Banyak yang menyangka Jalur KA Cibatu Garut adalah lintas cabang. Padahal bila dilihat dari sejarahnya itu merupakan kelanjutan dari Jakarta-Bandung. Dibangun lebih dulu sebelum lintas ke Jawa Tengah dan Timur. Berarti boleh dibilang itu adalah lintas utama.
- Pendahuluan
- Jalur KA Cicalengka Garut Melewati Lembah Tiga Lembah
- Belum Termasuk Stasiun Cibatu
- Jalur KA Cibatu Garut adalah Bagian dari Cicalengka Garut
- Si Gombar dan Mallet, Pasang Surut Jalur Legendaris
- Jalur KA Cibatu Garut Akhirnya Beroperasi, Masyarakat Gembira
- Ternyata Bukan Lintas Cabang Lho
- Galeri Foto
- Referensi
Jalur legendaris di bumi priangan yang membuka keterisolasian Garut. Kala itu Garut masih merupakan bagian dari Kabupaten Limbangan. Sementara jalur kereta api yang menghubungkan antara Batavia (Jakarta) dan Bandung telah tersambung sejak Mei 1884. Bahkan di bulan September 1884 sudah mencapai Cicalengka.
Karenanya pemerintah Kolonial Belanda melalui Staatspoorwegen (SS) mengkaji pembukaan jalur kereta api menuju Garut. Kenapa Garut lebih dulu bukannya Jawa Tengah? Tentunya nggak bisa dilepas dari potensi alam yang ada di sana.
Hingga kini Garut merupakan penghasil kopi arabica unggulan. Bahkan jadi yang terbaik di dunia. Nah komoditas itu pula alasan mengapa pemerintah kolonial membangun jaringan rel kereta api di Bumi Priangan dan menghubungkan dengan Batavia. Untuk mempercepat pengangkutan dan kepentingan ekspor.
Pendahuluan
Sebelum membahas lebih lanjut tentang jalur KA Cibatu Garut. Pembahasan kali ini akan lebih fokus pada jalur legendaris tersebut. Bagaimana sejarah, pasang surut hingga sempat non-aktif, dan aktif lagi melayani perjalanan kereta api reguler. Sebetulnya masih ada kelanjutannya menuju Cikajang. Namun untuk jalur KA Garut Cikajang InSyaaAlloh akan ada pembahasannya nanti secara terpisah.
Jalur KA Cicalengka Garut Melewati Lembah Tiga Lembah
Tahun 1887 pembangunan jalur kereta api dari Cicalengka ke Garut mulai dikerjakan. Setelah melalui berbagai kajian akhirnya dipilihlah trase menembus celah Nagreg, Lembah Mandalawangi, dan dari Leuwigoong berbelok ke arah Garut mengikuti aliran Sungai Cimanuk.
Jalur kereta Api Cicalengka Garut sendiri merupakan kelanjutan dari Batavia-Cicalengka yang telah rampung per September 1884. Panjang lintasan secara keseluruhan mencapai 51 km.
16 km pertama dari Cicalengka adalah jalur pegunungan. Dimana jarak 752 meter pertama (0,752 km) jalur menanjak menembus Lembah Cibodas dengan kemiringan 1/50 cm. Mencapai celah Nagreg di 875 m.
Trase awal ini membentang sepanjang lereng gunung. Melewati berbagai ngarai seperti Cisaat dan Lebakjero. Menurun ke Celang Kaledong di 815 mdpl. Turun melalui lembah dengan ketinggian 1/40 cm. Bertemu bentang selatan dan timur pegunungan Mandalawangi.
Masuk kawasan Kadungora (Leles di dalamnya) jalur mendatar hingga Leuwigoong. Dengan mengikuti alur Sungai Cimanuk, jalur kereta api mencapai Kota Garut di titik akhir.
Pemasangan rel dimulai di sisi Cicalengka. Terdapat dua jembatan terpanjang di Lembah Cisaat dan Sungai Cimanuk. Jembatan di Lembah Cisaat inilah yang dikemudian hari kita kenal dengan Jembatan Citiis. Jembatan ini selesai dibangun pada 10 Januari 1889.
Akhir Maret 1889 Jembatan Cimanuk di perbatasan Leuwigoong dan Cibatu mulai dibangun. Jembatan yang dikenal dengan Sasak Beusi ini selesai 16 April 1889. Kemudian tanggal 25 Mei 1889 jalur kereta api telah mencapai Stasiun Garut.
Berarti kalo dihitung-hitung Stasiun Garut berdiri 5 tahun sejak selesainya Stasiun Bandung. Kesamaan keduanya ialah bangunan fisik stasiun yang berbeda dengan bangunan sekarang. Untuk Stasiun Garut sendiri, gedung lama, itu merupakan bangunan tahun 1948.
Jika dilihat secara keseluruhan, Jalur Kereta Api Cicalengka Garut melewati tiga lembah: Lembah Cibodas, Lembah Cisaat, dan Lembah Mandalawangi. Barulah setelah menuruni Mandalawangi jalurnya mendatar. Kemudian berbelok mengikuti alur Sungai Cimanuk meski nggak disampingnya banget.
Belum Termasuk Stasiun Cibatu
Pembangunan jalur kereta api Cicalengka Garut juga diikuti dengan pembangunan sejumlah stasiun dan halte. Mulai dari Nagreg, Lebakjero, Leles, Leuwigoong, Cimurah, dan Pasiraja.
Namun ada hal unik di sini dimana belum ada Stasiun Cibatu. Memang stasiun tersebut nggak termasuk dalam pembangunan lintasan ini. Stasiun Cibatu baru ada ketika jalur menuju Jawa Tengah dan Timur dibangun. Dimana fase awalnya dari Warung Bandrek hingga Cilacap. Nah Stasiun Cibatu adalah bagian dari sini, di segmen Cibatu-Tasikmalaya (dibangun September 1893).
Jalur KA Cibatu Garut adalah Bagian dari Cicalengka Garut
Karena itu lintas menuju Garut dikemudian hari lebih dikenal sebagai Jalur KA Cibatu Garut. Nggak hanya itu, “parahnya” lagi malah dianggap lintas cabang. Padahal kalo dilihat dari sejarahnya, jalur KA Cibatu Garut adalah lintas utama. Bagian dari Jalur KA Cicalengka Garut.
Berdasarkan peta tahun 1913 atau seiring perjalanan waktu, jalur KA Cibatu Garut terdapat banyak halte dan stooplast, antaralain: Stooplast Cikoan, Halte Pasirjengkol, Stooplast Citameng, Halte Wanaraja, Stooplast Tungilis, Halte Cimurah, dan Stooplast Sukarame.
Dari 7 halte dan stooplast tersebut hanya dua yang beroperasi hingga sekarang yakni Pasirjengkol dan Wanaraja. Keduanya telah menjadi stasiun. Jadi bukan lagi halte.
Si Gombar dan Mallet, Pasang Surut Jalur Legendaris
Jalur KA Cicalengka Garut secara resmi mulai beroperasi pada bulan Mei 1889. Dengan demikian kini Batavia dan Garut telah tersambung rel kereta api. Menyusul lintas utama menuju Jawa Tengah (Warung Bandrek – Cilacap) dibangun di tahun yang sama dan selesai 1893.
Nah pada lintas tersebut Stasiun Cibatu juga dibangun dan menjadi bagian dari segmen awal Cibatu-Tasikmalaya. Disinilah kemudian jalur KA Cibatu Garut mulai dikenal. Memang bukan percabangan melainkan lebih pada lintas utama yang bercabang.
Hal ini sama seperti Jalur menuju Anyer Kidul dan Merak. Dimana jalur KA Duri Anyer Kidul dibangun dan beroperasi lebih dulu. Menyusul kemudian jalur kereta api ke Merak. Kedua jalur utama tersebut bercabang di Stasiun Krenceng.
Seiring berjalannya waktu, pada 18 Juli 1911, Staatspoorwegen (SS) mulai membangun percabangan dari Stasiun Garut menuju Cikajang. Dimana titik tertinggi berada di Cikajang, 1.246 mdpl.
Di segmen ini terdapat stasiun dan halte antaralain: Cireungit, Ciroyom, Kamojang, Cioyod, Dangdeur, Bayongbong, Cidatar dan Cisurupan. Tentunya sebagai titik terminus adalah Stasiun Cikajang. Dengan ketinggian 1.246 mdpl menjadikannya sebagai stasiun tertinggi di Indonesia bahkan Asia Tenggara.
Jalur Kereta Api Garut Cikajang diresmikan pada 1 Agustus 1930. Dengan demikian lintas utama Cicalengka-Cibatu-Garut telah tersambung hingga Stasiun Cikajang.
Si Gombar dan Mallet
Selesainya percabangan ke Cikajang yang memiliki ketinggian 1.246 mdpl tentu membutuhkan armada lokomotif handal. Sosok tersebut di kemudian hari begitu identik dengan Jalur KA Cibatu Garut. Si Gombar adalah lokomotif uap DD52 Seri SS 1250.
Sejak awal kedatangannya Si Gombar memang dioperasikan di jalur pegunungan Priangan. Tersebar di Dipo Lokomotif Bandung, Cibatu dan Purwakarta. Biasanya menarik KA Lokal Bandung Cibatu (mungkin inilah cikal bakal KA Lokal Garut Cibatuan) dan Cibatu Garut.
Si Gombar didatangkan langsung dari Eropa yakni Hanomag (Jerman), Hartmann (Jerman), dan Werkspoor (Belanda). Didatangkan sebanyak 10 unit pada tahun 1923-1924.
Selain Si Gombar DD52 juga ada lokomotif uap CC50 Mallet. Namun bedanya Mallet nggak hanya dialokasikan di Priangan. Tercatat CC50 juga dioperasikan di lintas Purwokerto-Prupuk. Ditugaskan menarik 2 kereta unggulan: Eendaagsche Express dan Nacht Express. Didatangan 1927-1928. Loko ini paling banyak dialokasikan di Dipo Cibatu (sekarang sub dipo).
Pasang Surut Jalur KA Cibatu Garut
Jalur KA Cibatu Garut sendiri pembangunannya dilanjutkan ke Cikajang pada tahun 1923. Sekaligus mencatatkan Stasiun Cikajang sebagai stasiun tertinggi di Asia Tenggara.
Meskipun jadi favorit sampai seniman seperti Charlie Chaplin pun pernah menjajal lintas ini, tetap aja ada yang namanya pasang surut. Dimulai pada masa penjajahan Jepang. Oleh pemerintah militer Dai Nippon, lintas Garut-Cikajang dinon-aktifkan.
Sempat mengalami pahit getir masa-masa revolusi mempertahankan kemerdekaan. Pasca pengakuan kedaulatan oleh Kerajaan Belanda, lintas ini kembali beroperasi reguler. Termasuk percabangan ke Cikajang. Bangunan Stasiun Garut juga telah diperbarui sekitar tahun 1948-1949.
Merugi dan Akhirnya Ditutup Tahun 1984
Era Orde Baru dianggap sebagian kalangan sebagai turning point terutama dari sisi ekonomi. Sayangnya justru di era ini banyak lintas cabang yang ditutup karena infrastruktur semakin menua dan minim perawatan.
Ironisnya lagi, lintas Cibatu Garut termasuk yang mengalami nasib sial itu. Memang pemerintah waktu itu memprioritaskan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pada lintas utama. Namun sayang, meskipun Jalur KA Cibatu Garut sejatinya lintas utama, semuanya dibiarkan semakin uzur.
Percabangan Garut-Cikajang telah lebih dulu ditutup pada tahun 1983. Alasannya karena infrastruktur sudah tua. Ditambah lagi kalah saing dengan moda transportasi jalan raya. Ini merupakan kedua kalinya setelah pada masa penjajahan Jepang (1942-1945).
Jalur KA Cibatu Garut yang notabene lintas utama juga harus bernasib sama. Pendapatan terus merosot. Infrastruktur kurang perawatan dan hanya mengandalkan lokomotif CC50 dan DD52 yang semakin menua. Masa-masa jaya Mallet dan Si Gombar tentu telah lewat di tahun 1980-an.
Keduanya nggak bisa digeber lagi seperti dulu. Jangankan sama mobil atau motor, dengan berlari pun keduanya masih bisa terkejar. Meskipun secara fisik terlihat penuh, penumpang seringkali ngambing atau nggak bertiket.
Pendapatan terus merosot hingga merugi. Ditambah infrastruktur udah tua. Penutupan lintas utama bersejarah inipun tak terelakkan lagi. Tahun 1984 Jalur KA Cibatu Garut berstatus non-aktif. Bila dihitung dengan awal operasional sampai non aktif jelas nggak nyampe 100 tahun.
Nggak hanya itu, bahkan untuk layanan kereta api dari Stasiun Cibatu ke Stasiun Garut dan sebaliknya pun telah dihentikan sejak 9 Februari 1983. Semasa masih aktif, jarak sejauh 19 km tersebut ditempuh dalam waktu 50 menit. Bahkan di tahun 1926 terdapat 6 kali perjalanan dari Cibatu dan Garut.
Isu Politik Dibalik Penonaktifan Lintas Cibatu Garut
Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa banyaknya lintas cabang, tak terkecuali Cibatu-Garut yang sekalipun itu lintas utama namun dianggap cabang, banyaknya lintas-lintas cabang non aktif ada keterkaitan dengan isu politik.
Terlebih di awal masa pemerintahan orde baru dibarengi dengan isu pembersihan sisa-sisa Partai Komunis Indonesia (PKI) dan jejaring-jejaringnya. Terlebih dalam dunia perburuhan yang memang kerap diidentikkan dengan isu sosialisme dan komunisme.
Dunia perkeretaapian tentunya juga punya yang namanya perburuhan. Dulu di kereta api punya SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) cabang dari SOBSI yang notabene adalah underbouw-nya PKI. Karenanya SBKA juga terkait erat dengan PKI itu sendiri.
Permulaan masa orde baru, terjadi penyaringan secara besar-besaran (1965-1968) di kereta api. Seorang petinggi militer ditempatkan di PNKA selaku operator kereta api. Hasilnya 2/3 pekerja kereta api dipecat dan dipenjarakan.
Dampak dari penyaringan itu terjadi kekurangan tenaga ahli kereta api. Makanya jangan heran dekade 1970 hingga 1980-an merupakan masa-masa kelam perkeretaapian Indonesia. Kekurangan tenaga ahli juga turut dirasakan jalur legendaris Cibatu Garut yang akhirnya ditutup total pada tahun 1983.
Itu jika melihat pada kereta terakhir yang melayani rute Cibatu-Garut yakni di tanggal 9 Februari 1983. Setelahnya nggak ada lagi layanan kereta api di sana selama kurang lebih 39 tahun.
Reaktivasi sejak 1990-an, Terealisasi di 2018
Pasca dinonaktifkan, jalur legendaris tersebut sebenarnya telah diupayakan untuk direaktivasi. Dimulai pada dekade 1990-an. Bahkan nggak cuma segmen Cibatu-Garut. Termasuk lintas cabang menuju Cikajang.
Sayangnya krisis ekonomi yang menimpa Asia Tenggara (termasuk Indonesia) di tahun 1998 membuyarkan impian tersebut. Okupasi lahan bekas rel semakin hari semakin masif.
Barulah sekitar tahun 2014 wacana reaktivasi kembali mencuat. Kali ini lebih serius lagi. Tahun 2018, jalur KA Cibatu Garut termasuk satu diantara 4 jalur kereta api yang akan direaktivasi. Bahkan mendapat prioritas utama dan dikerjakan paling awal.
Pertimbangannya, lintas Cibatu Garut lebih pendek dan nggak memerlukan banyak pembebasan lahan. Okupasi lahan di bekas jalur rel sejatinya hanyalah berstatus hak sewa. Sehingga bila pemilik lahan (PT. KAI) ingin mengambil lagi, mereka yang menyewa itu diminta untuk pindah.
Tahun 2019 dimulailah proses pengerjaan dan secara keseluruhan reaktivasi jalur KA Cibatu Garut rampung di awal tahun 2020. Waktu itu rencananya akan mulai dioperasikan bersamaan dengan masa angkutan Lebaran 2020. Lintas kini berstatus semi aktif dilewati berbagai kereta inspeksi.
Tertunda Gegara Pandemi Covid-19
Lintas Cibatu Garut memang telah selesai direaktivasi. Bahkan siap dilaunching seiring dengan masa angkutan Lebaran 2020. Di Gapeka 2019 pun telah terakomodasi. Namun sayangnya justru keinginan masyarakat Garut kembali menggunakan kereta api harus tertunda lagi.
Kali ini kejadiannya memang nggak direncanakan dan diluar prediksi. Siapa juga nggak pernah menyangka akan datangnya satu peristiwa yang nyatanya merubah pola perilaku dan kehidupan masyarakat kelak.
Pandemi Covid-19 keburu datang menghampiri. Tanggal 2 Maret 2020 kasus pertama ditemukan di Indonesia. Seiring berjalannya waktu bukannya mereda. Sebaliknya justru semakin menyebar seolah tak terkendali.
Belum tau gimana caranya menghadapi wabah penyakit baru tersebut, pemerintah pun memutuskan untuk menerapkan Pembatasan Ketat di akhir Maret 2020. Pembatasan yang akhirnya diberlakukan hingga bulan Juni 2020.
Tentunya dengan adanya pembatasan ketat, semua perka Jarak Menengah dan Jauh dihentikan. Perjalanan KA Lokal pun dibatasi. Bahkan KA Lokal Cibatuan (kini KA Lokal Garut Cibatuan) perkanya dibatalkan. Gapeka 2019 hanya seumur jagung.
Periode angkutan lebaran 2020 akhirnya ambyar. Pemerintah juga memberlakukan larangan mudik lebaran di tahun itu. Praktis lintas Cibatu Garut belum ada perubahan alias masih berstatus semi-aktif.
Jalur KA Cibatu Garut Akhirnya Beroperasi, Masyarakat Gembira
Setelah dua tahun lamanya tertunda akibat Pandemi Covid-19, Jalur KA Cibatu Garut akhirnya benar-benar beroperasi secara reguler. Tepat di bulan Maret 2022. Bahkan disaat yang sama, pemerintah sedikit melonggarkan aturan perjalanan. Dimana Test Covid-19 tak lagi diwajibkan, meski masih bersyarat.
Kembalinya si ular besi secara reguler di jalur legendaris tentu membuat masyarakat gembira. Penantian panjang selama hampir 40 tahun terjawab sudah. Mula-mula KA Lokal Cibatuan diperpanjang rutenya hingga Stasiun Garut, kemudian menjadi KA Garut Cibatuan.
Menyusul kemudian dioperasikan KA Cikuray dengan rute Garut-Jakarta Pasar Senen. Dengan layanan kereta ekonomi plus, gunakan trainset K3 Kemenhub. Memang bukan trainset baru. Sebelumnya pernah digunakan KA Bogowonto.
Dari segi jadwal perjalanan memang belum begitu bersahabat. Dimana saat ini dari Stasiun Garut hanya tersedia jadwal pagi dan siang hari. Keduanya dilayani KA Cikuray dan KA Lokal Garut Cibatuan. Perjalanan sore dan malam hari belum tersedia.
Sementara dari Jakarta dan Bandung atau arah barat, paling lengkap hanya KA Lokal Garut Cibatuan perjalanan pagi dan sore dari Purwakarta dan Bandung. Kemudian KA Cikuray jadwal sore dari Jakarta dan malam dari Bandung.
Jika melihat dari perka saat ini memang belum mengakomodasi antusiasme masyarakat yang ingin melakukan perjalanan dengan kereta api dari dan ke Garut. Seperti dulu pernah dilakukan oleh Charlie Chaplin.
Belakangan terdengar info akan ada satu perka tambahan dari Stasiun Gambir. Disebut akan mulai dijalankan menjelang akhir 2022. Semoga saja ke depan perka bisa mengakomodasi minat dan antusias masyarakat. Secara Stasiun Garut juga udah jauh lebih megah dari sebelumnya. Disebut termegah di Asia Tenggara pula.
Sayang banget stasiun megah gitu tapi layanan kereta api hanya sedikit. Paling penting juga mesti ada rangkaian kereta api lokal khusus untuk masyarakat Kabupaten Garut. Semacam KA Lokal Bandung Raya gitu.
Lokalan tersebut misalnya melayani Garut-Leles via Cibatu dan Cibatu-Cipeundeuy. Mengingat terbatasnya pilihan masyarakat. Dimana hanya tersedia moda transportasi angkot dan elf yang masih sangat kuno dalam segala hal.
Ternyata Bukan Lintas Cabang Lho
Sampai kita pada kesimpulan akhir dari sejarah jalur kereta api legendaris Cicalengka Garut atau dikenal sebagai Jalur KA Cibatu Garut di kemudian hari. Berdasarkan urutan pembangunannya ternyata jalur kereta api menuju Kota Garut bukan lintas cabang.
Justru ini merupakan lintas utama, kelanjutan dari Batavia-Bandung dan bagian dari jalur kereta api menuju Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Adapun jalur kereta api Garut-Cikajang barulah itu bisa disebut percabangan.
Namun pada kesempatan ini kita belum membahas secara mendalam lintas Garut Cikajang dan lebih fokus pada Jalur KA Cibatu Garut yang telah direaktivasi dan beroperasi lagi secara reguler.
Kita berharap semoga kemegahan Stasiun Garut diikuti dengan bertambahnya jumlah perjalanan kereta api (perka). Dimana sekarang hanya tersedia KA Lokal Garut Cibatuan dan KA Cikuray saja.
Galeri Foto
Referensi
Agus Mulyana. 2017. Sejarah Kereta Api di Priangan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Dea Andriyawan. 2022. Menilik Sejarah Rute Kereta Api Stasiun Garut-Cibatu. Jakarta: Bisnis.Com (https://ekonomi.bisnis.com/read/20220214/98/1499933/menilik-sejarah-rute-kereta-api-stasiun-garut-cibatu)
Heritage Kereta Api Indonesia. Sekilas Sejarah Jalur Kereta Cibatu Garut. KAI Heritage (https://heritage.kai.id/sekilas-jalur-kereta-cibatu-garut)
Kodar Solihat. 2021. Jalur Kereta Api Cibatu-Garut-Cikajang Dalam Kenangan, Sebelum Dahulu Ditutup tahun 1982-1983. Bandung: DeskJabar Dot Com (https://deskjabar.pikiran-rakyat.com/jabar/pr-1131375322/jalur-kereta-api-cibatu-garut-cikajang-dalam-kenangan-sebelum-dahulu-ditutup-tahun-1982-1983)
Mohammad Iqbal. 2022. Kronik Jalur Kereta Api Legendaris di Garut. Jakarta: Merdeka.Com (https://www.merdeka.com/histori/kronik-jalur-kereta-api-legendaris-di-garut)
Sudarsono Katam. 2014. Kereta Api di Priangan Tempo Doeloe. Bandung: Pustaka Jaya.
Oliver Johannes Raap. 2017. Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Wisnu Prasetyo. 2019. Jalur Cibatu-Garut Mati Suri Karena Isu PKI. Jakarta: KumparanNews. (https://kumparan.com/kumparannews/jalur-cibatu-garut-mati-suri-karena-isu-pki-1548245611359802983/full)
Yoga Bagus Prayogo, dkk. 2017. Kereta Api di Indonesia, Sejarah Lokomotif Uap. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher.
Leave a Reply