KA Argo Gede launching ketika sang legenda berjaya dan tepat ulang tahun ke-24. Menjadi rival sengit di koridor Jakarta Bandung hingga akhirnya “kawin”. Kenapa ya bisa kawin?
Medio 1990-an sebetulnya masih merupakan masa-masa keemasan Sang Legenda Kereta Api Parahyangan. Memang bukan lagi menarik rangkaian panjang seperti di tahun 1987. Di masa ini lebih kepada kenyamanan dan ketepatan waktu.
Dunia perkeretaapian Indonesia masuk pada era Perumka. Di sini terjadi perubahan radikal terhadap livery kereta. Tak terkecuali menimpa sang legenda. Warna orange tua yang selama ini jadi ciri khas berubah jadi biru-hijau.
Bicara soal masa kejayaan, di sini sang legenda berhasil meningkatkan kenyamanan khususnya di kelas eksekutif. Tentunya dengan penambahan TV dan kursi berbalut beludru dan empuk.
Di sisi waktu tempuh kadang mencapai kurang dari 3 jam dari biasanya. Sayangnya singgasana sang legenda mulai terusik di pertengahan 1990-an. Siapa ya yang mengusik?
KA Argo Gede Meluncur Saat Ulang Tahun Legenda
31 Juli 1995 seharusnya jadi hari Bahagia buat sang legenda yang telah 24 tahun melayani koridor Jakarta-Bandung. Namun yang terjadi ialah diluncurkannya KA Argo Gede, bersamaan dengan KA Argo Bromo Gambir-Surabaya PP.
Keberadaan KA Argo Gede tentu akan mengusik kenyamanan Kereta Api Parahyangan sebagai maestro Priangan Barat. Kalo pemain tunggal sih nggak ya, kan masih ada KA Citrajaya (sekarang KA Serayu) dan KA Galuh.
Apalagi dari segi kenyamanan KA Argo Gede unggul segala-galanya dari Sang Legenda. Belum lagi soal waktu tempuh yang 2 jam 30 menit. Hingga menyandang label JB 250 (Jakarta Bandung 2,5 jam).
Tentunya ini bisa dibilang merupakan kado pahit bagi sang legenda yang ulang tahun ke-24. Meski di sisi lain merupakan hadiah bagi HUT RI ke-50. Sebuah inovasi baru perkeretaapian Indonesia. Terjawablah siapa yang megusik.
Mengambil Alih Singgasana Sang Legenda
Di awal masa dinasnya Si Cepat Argo Gede punya 4 perka dengan rincian 2 perka dari Stasiun Bandung dan 2 perka dari Stasiun Gambir. Keretanya sendiri menginap di Bandung.
Karena minat masyarakat yang tinggi, memasuki millennium baru sekitar tahun 2001, diluncurkan KA Argo Gede 2. Nah ini juga mengambil alih slot-nya Parahyangan sebanyak 2 perka dari Bandung dan 2 dari Gambir.
Satu hal unik dimana perka yang diambil alih itu adalah KA Parahyangan dengan stamformasi full eksekutif. Ada yang bilang itu merupakan idle Turangga. Sehingga dikemudian hari statusnya menjadi Fakultatif.
Dengan adanya KA Argo Gede 2 itu artinya label “Si Empat Cepat” pun otomatis beralih. Lantaran kini telah memiliki 8 perka masing-masing 4 dari Bandung dan 4 dari Gambir. Bahkan terus bertambah nyaris mengimbangi perka sang Legenda.
Di era 2000-an ini boleh dibilang keadaannya udah berkebalikan. Dimana Si Cepat benar-benar telah menyingkirkan sang legenda dari singgasananya. Terlebih KA Parahyangan layananya telah menurun.
Kereta eksekutif aja misalnya. Layanan TV ditiadakan. Nggak hanya itu, penumpang berdiri pun kini “halal” memasuki kereta eksekutif. Otomatis nggak bisa lagi dibilang nyaman.
Akhirnya KA Argo Gede “Kawin” Dengan Sang Legenda.
Rivalitas sengit di jalur kereta api Priangan Barat akhirnya terusik juga di tahun 2004. Ketika Tol Cipularang pertama kali dioperasikan. Terlebih terjadi penurunan layanan juga di kereta api. Seperti waktu tempuh yang bertambah.
Sementara itu mulai marak moda transportasi travel. Tentunya mengambil alih market kedua kereta. Dengan tawaran fantastis dan menggiurkan. Garansi lebih cepat dengan harga hemat.
PT.KAI nggak tinggal diam. Okupasi kereta api sempat meningkat ketika tarifnya diturunkan. Supaya lebih bisa bersaing dengan ban karet. Namun yang terjadi si Travel pun melakukan hal yang sama.
Alhasil baik KA Parahyangan maupun KA Argo Gede sama-sama mengalami kerugian. Namun yang paling parah tentu saja sang legenda. Okupasinya telah mencapai titik nadir yakni di 30%. Sedangkan si cepat masih 60-70% dan kadang masih suka full alias lebih ramai.
25 April 2010 menjadi hari terakhir dari persaingan sengit antara Sang Legenda dengan Si Cepat. PT. KAI memutuskan untuk mempensiunkan Kereta Api Parahyangan dan memaksimalkan Argo Gede. Direncanakan akan menggunakan Perka Parahyangan dan menambahkan kereta bisnis di jam tertentu.
Namun karena kebanyakan pelanggan dan warga Priangan ogah kehilangan Parahyangan, akhirnya diputuskan nama KA Argo Parahyangan. Sebagai hasil “kawin” antara si Cepat dan Sang Legenda.
Dengan nama baru hasil perkawinan ini, pelanggan tetap bisa menikmati layanan eksekutif Argo Gede dan bisnis Parahyangan. Sekaligus menjadi sejarah baru dalam dunia perkeretaapian Indonesia. Dimana ada kereta argo dengan layanan campuran.
Kesimpulan
Sejatinya KA Argo Gede merupakan hadiah HUT RI ke-50 dalam bentuk inovasi dalam perkeretaapian Indonesia. Namun dalam perjalanannya terjadi persaingan dengan sang legenda yang telah eksis selama puluhan tahun.
Kondisi sulit sejak adanya Tol Cipularang pada akhirnya membuat persaingan itupun menghilang. Karena Si Cepat dan Sang Legenda akhirnya disatukan menjadi KA Argo Parahyangan.
Leave a Reply