KA Argo Parahyangan merupakan peleburan dari dua kereta berbeda kelas. Membawa tradisi baru kelas campuran. Kira-kira kereta ini lanjutannya sang legenda atau si cepat ya?
Prologue
25 April 2010 menjadi akhir dari sebuah kompetisi di jalur legendaris Priangan Barat. Jalur kereta api yang dulunya pernah menjadi favorit bagi warga Eropa yang berlibur ke Nusantara. Khususnya Pulau Jawa.
Jalan Tol Cipularang yang dibuka pada tahun 2004 merubah semuanya. Sebuah persaingan sehat di jalur kereta api tiba-tiba berubah menjadi kanibalisme ban karet terhadap keduanya, Sang Legenda Parahyangan dan Si Cepat Argo Gede.
Sejak ada jalan tol penumpang kereta api rute Jakarta Bandung mengalami penurunan. Namun beban berat paling dirasakan Kereta Api Parahyangan. Keterisian harian anjlok hingga di level 30%.
Hal ini tentu saja membuat PT. KAI selaku operator harus menanggung kerugian operasional. Daripada ngaruh besar ke perusahaan mendingan ditutup aja sekalian kereta merugi itu. Maka keputusan pahit pun harus diambil.
Sang legenda KA Parahyangan harus purnatugas pada 25 April 2010. Selanjutnya PT KAI hanya akan menjalankan KA Argo Gede. Meskipun juga merugi tapi okupasinya masih lebih baik. Bahkan penuh saat weekend dan musim liburan.
Pengumuman pensiun tersebut membuat jagad perkeretaapian heboh. Terutama para pelanggan setia kereta yang pernah menjadi “Si Empat Cepat” itu. Namun KAI tetap bergeming. Sambil memberi solusi KA Argo Gede akan memakai perka Parahyangan dan di jam tertentu ditambahkan kereta bisnis.
Pertanyaannya, apakah optimalisasi akomodatif KA Argo Gede itu bisa menjawab keinginan pelanggan setia KA Parahyangan? Maukah mereka beralih ke layanan yang dulunya kompetitor sang legenda yang akan pensiun?
KA Argo Parahyangan Awalnya Adalah Solusi
Ternyata PT.KAI tetap memberi solusi yang bisa memuaskan semuanya. Baik pelanggan Argo Gede maupun Parahyangan. Caranya dengan rebranding nama Argo Gede menjadi Argo Parahyangan.
Di Argo Parahyangan yang mulai dinas pada 26 April 2010 pelanggan setia KA Argo Gede tetap bisa menikmati layanan eksekutif argo. Begitupula pelanggan setia KA Parahyangan tetap bisa mendapatkan layanan kereta bisnis dengan tarif terjangkau.
Nggak hanya itu, meski secara umum di kereta bisnis masih boleh penumpang berdiri, hal tersebut nggak berlaku di KA Argo Parahyangan. PT.KAI nggak nyediain tiket berdiri untuk kereta bisnis.
Padahal di eranya Parahyangan namanya penumpang berdiri biasa banget. Nggak sedikit juga yang ngambing (bayar kondektur). Bahkan sampe di kereta eksekutif. Udah berasa di KRL Jabodetabek aja. Bedanya nggak ada atapers, asongan, dan gelandangan.
Sebuah Tradisi Baru
Diluncurkannya KA Argo Parahyangan dengan layanan eksekutif argo dan kereta bisnis membuat semacam tradisi baru dalam perkeretaapian Indonesia. Terutama menyangkut kereta argo yang udah terlanjur lekat dengan image elite.
Kereta Argo dinilai sebagai sebuah kereta dengan kelas tersendiri dan membedakan dengan kelas dibawahnya (satwa). Meski sama-sama eksekutif, biasanya kalo eksekutif satwa itu formasi seat beda dan tanpa TV.
Ditambah lagi eksekutif satwa biasanya dirangkaikan dengan kereta bisnis. Namun dengan adanya Argo Parahyangan tradisi itupun luntur. Sejak 26 April 2010 telah hadir kereta api argo campuran pertama di Indonesia.
KA Argo Parahyangan Lebih ke Penerusnya Argo Gede
Selanjutnya adalah bagaimana kelak asal usul Argo Parahyangan setelah beroperasi beberapa tahun? Apakah penerus sang legenda Parahyangan? Atau malah meneruskan si Cepat Argo Gede?
Bila kita melihat lagi bagaimana kebijakan yang akan diambil PT.KAI sebelum mempensiunkan KA Parahyangan itu kan mau mengoptimalkan Argo Gede. Bukan itu aja bahkan ingin menambahkan kereta bisnis juga.
Namun pada akhirnya nama Argo Gede dirubah dan direbranding jadi KA Argo Parahyangan. Sehingga sejatinya merupakan penerus atau kelanjutan dari KA Argo Gede yang mulai dinas pada 31 Juli 1995.
Kebijakan rebranding ini nggak asal diambil tapi menimbang usulan dari masyarakat maupun para pelanggan yang ingin Parahyangan tetap hidup, terutama kereta bisnis-nya yang terjangkau. Juga pelanggan si Cepat yang ingin tetap merasakan “kelas tersendiri”.
Kesimpulan
Jadi KA Argo Parahyangan merupakan kelanjutan dari KA Argo Gede yang diluncurkan 31 Juli 1995 sekaligus hadiah HUT RI ke-50. Nama tersebut bukannya asal ada begitu aja. Melainkan ada proses masukan dari masyarakat dan pelanggan.
Hal itupula yang menciptakan sejarah dan tradisi baru, yakni kereta Argo Campuran. Biasanya yang namanya argo itu kan identik dengan kelas tersendiri. Dan itu masih tetap berlangsung hingga sekarang.
Galeri Foto





Leave a Reply