Kereta Jenazah Pakubuwono X : Saksi Stasiun Pasar Gede

kereta jenazah pakubuwono x saksi stasiun pasar gede

Kereta Jenazah Pakubuwono X terpajang di Alun Alun Kidul Kota Surakarta sebagai monumen statis. Selain itu juga masuk ke dalam pusaka Kraton Surakarta Hadiningrat. Namun lebih dari itu juga bagian dari sejarah kejayaan si ular besi di Vortenslanden. Salah satunya saksi keberadaan Stasiun Pasar Gede dan Jalur Kereta Ngabean Pundong.

Pendahuluan

Dua Kereta Sultan Pakubuwono X menjadi saksi bisu kejayaan Kasunanan Surakarta di masa pemerintahannya. Merupakan bagian dari pembangunan infrastruktur perkeretaapian khususnya di wilayah Solo Raya yang waktu itu terbagi dalam dua kekuasaan: Kasunanan Surakarta dan Adipati Mangkunegaraan.

Dua kereta yang kini terpajang di Alun Alun Kidul Kota Surakarta didatangkan pada masa pemerintahan Sultan Pakubuwono X. Untuk peruntukan berbeda. Namun satunya lagi hanya digunakan apabila sultan mangkat. Sebagai sarana untuk mengantarkan jenazah ke Makam Imogiri. Dimana waktu itu titik terdekatnya berada di Stasiun Pasar Gede, Wilayah Kotagede.

Jalur yang akan dilewati kereta tersebut yakni Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden), kemudian berbelok ke Jalur Yogyakarta Srandakan. Setelah Stasiun Ngabean kemudian belok timur ke Jalur Ngabean Pundong sampai ke Stasiun Pasar Gede. Pada segmen Kereta Api Yogyakarta Kotagede. Tentu semuanya ialah lintas dengan standard gaunge 1.435 mm milik NISM.

Before We Go

Bagi kamu yang belum pernah membaca konten Kereta Api Yogyakarta Kotagede, ada baiknya dibaca lebih dulu. Karena konten ini sangat berkaitan dengan konten tersebut. Untuk link nya langsung aja ke sini: Kereta Api Yogykakarta Kotagede : Hilang dan Terlupakan.

Jangan lupa juga : Stasiun Pasar Gede Sekarang Jadi Sekolahan. Sekali lagi kedua artikel tersebut sangat berkaitan dengan pembahasan ini.

Kereta Jenazah Pakubuwono X : Bagian dari Prosesi Pemakaman

Sultan Pakubuwono X wafat pada tahun 1939. Sebagaimana sultan-sultan Mataram lainnya, beliau akan dimakamkan di Imogiri Bantul. Pada saat itu wilayah tersebut bersama Kotagede masih merupakan bagian Kasunanan Surakarta. Sebagai exclive di tengah Kesultanan Ngayogyakarta1.

Untuk antarkan jenazah beliau menggunakan kereta jenazah yang pernah didatangkan sebelumnya. Kereta ini berangkat dari Stasiun Solo Balapan dengan tujuan akhir Stasiun Pasar Gede. Melewati Stasiun Tugu Jogja dan Stasiun Ngabean.

Seluruh lintas yang dilewatinya milik operator swasta Hindia Belanda, NISM. Dengan standard gaunge 1.435 mm. Kecuali Stasiun Tugu Jogja yang merupakan milik Staats Spoorwegen (SS) tapi juga melayani perjalanan NISM. Di tahun beliau wafat sebetulnya SS telah memiliki jalur sendiri di Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden).

Setibanya di Stasiun Pasar Gede, kemudian jenazah Pakubuwono X dipindahkan ke Kereta Kuda menuju Makam Imogiri. Mulai dari kereta tiba inilah prosesi pemakaman mulai. Kemudian dibawa ke Imogiri dan baru selesai ketika dimakamkan.

jenazah pakubuwono x tiba di stasiun pasar gede
sumber : Facebook Jogja Rihala Samana

Kereta Jenazah Pakubuwono X : Hanya Digunakan Sekali

Tiga tahun setelah wafatnya Sultan Pakubuwono X terjadi pergantian kekuasaan atas wilayah Hindia Belanda. Kekaisaran Jepang mengambil alih kekuasaan dari tangan pemerintah Kolonial Belanda. Kedatangan Jepang banyak mengubah wajah perkeretaapian di Vortenslanden.

Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden) antara Stasiun Tugu Jogja dan Solo Balapan lebar spoor nya dirubah ke 1.067 mm. Pada masa ini Militer Jepang banyak membongkar jalur kereta api seperti rel SS Jogja Solo, Jalur Kereta Ngabean Pundong, hingga segmen Palbapang Srandakan.

Perubahan itu pun turut memberi dampak pada kereta jenazah Pakubuwono X. Sedari awal spesifikasinya memang untuk standard gaunge 1.435 mm. Dengan berbagai pergantian tersebut kereta ini pun turut terkena dampak. Meskipun pada akhirnya juga mengalami penyesuaian spesifikasi untuk 1.067 mm.

Kereta ini pun pada akhirnya hanya digunakan sekali pada 1939 itu. Perubahan spesifikasi boleh jadi hanya untuk menjadikannya monumen statis sekaligus pusaka Kraton Surakarta Hadiningrat.

kereta jenazah pakubuwono x hanya dipakai sekali

Kereta Jenazah Pakubuwono X dan Kejayaan Si Ular Besi di Vortenslanden

Kereta tersebut menjadi saksi masa keemasan si ular besi di Bumi Mataram khususnya wilayah Vortenslanden. Dengan banyaknya jaringan kereta api. Mulai jalur pertama dari Semarang ke Stasiun Solo Balapan. Menyambung dengan Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden) sampai Stasiun Tugu Jogja.

Kemudian ada percabangan utara ke Magelang hingga Ambarawa. Ke selatan sampai dengan Srandakan. Nah percabangan selatan itu bercabang lagi dari Stasiun Ngabean ke Stasiun Pasar Gede (Kereta Api Yogyakarta Kotagede) sampai dengan Pundong.

Sebagian segmen selatan inilah yang dilintasi Kereta Jenazah. Ketika prosesi pemakaman Pakubuwono X. Terutama segmen Ngabean ke Pasar Gede. Meskipun kini telah menjadi monumen statis, kereta jenazah tetap punya nilai sejarah. Terkhusus berkaitan dengan Perkeretaapian Indonesia di Vortenslanden.

Saksi Stasiun Pasar Gede Sekaligus Jalur Ngabean Pundong

Di antara bukti kejayaan kereta api di Vortenslanden (tanah para raja ) ialah keberadaan Jalur Ngabean Pundong. Khususnya segmen Kereta Api Yogyakarta Kotagede, dengan Stasiun Pasar Gede di dalamnya.

Nah ketika Sultan Pakubowono X mangkat tahun 1939, jalur ini menjadi fase akhir yang dilintasi oleh kereta Jenazah Pakubuwono X. Khususnya Jalur Kereta Api Yogyakarta Kotagede. Perjalanan berakhir di Stasiun Pasar Gede. Pengantaran jenazah ke Imogiri lanjut menggunakan kereta kuda.

Jika dilihat dari Peta sekarang, Stasiun Pasar Gede yang kini menjadi SMPN 9 Yogyakarta memiliki akses termudah ke Makam Imogiri. Dengan naik mobil keduanya bisa ditempuh dalam waktu 30-45 menit via Jalan Gambiran dan Imogiri Timur2.

Namun boleh jadi saat pengantaran jenazah Sultan Pakubuwono X, jalur yang diambil melewati Pasar Gede di Kotagede. Adapun waktu tempuhnya bisa mencapai 2 jam perjalanan dengan kereta kuda. Wallohu a’lam.

Balik lagi ke Stasiun Pasar Gede, keberadaannya bersama Jalur Kereta Ngabean Pundong kini seolah terlupakan. Nggak banyak yang tau bahwa pernah ada jalur kereta api yang membentang di bagian selatan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Karena jalur ini dibongkar oleh Jepang pada tahun 1942.

saksi keberadaan stasiun pasar gede

Kesimpulan

Kereta Jenazah Pakubuwono X kini telah menjadi monumen statis di Alun Alun Kidul Kota Surakarta. Selain itu juga termasuk benda pusaka Kraton Surakarta Hadiningrat. Namun dibalik itu semua, kereta ini juga merupakan saksi kejayaan si ular besi di Bumi Mataram, khususnya Vortenslanden.

Terlebih keberadaan Stasiun Pasar Gede dan Jalur Kereta Ngabean Pundong. Segmen Kereta Api Yogyakarta Kotagede. Pada saat pengantaran jenazah Pakubuwono X ke Makam Imogiri. Walaupun kereta ini hanya digunakan sekali saja pada prosesi tersebut.


  1. Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta berdiri sebagai dampak dari Perjanjian Giyanti yang membagi Kesultanan Mataram menjadi dua wilayah. Hal itu berdampak lagi pada pembagian wilayah mana saja yang masuk Surakarta dan Ngayogyakarta. Menyusul kemudian ada pembagian lagi wilayah Surakarta menjadi Kasunanan yang dipimpin Pakubuwono dan Adipati Mangkunegaraan. Pasca Geger Sepoy, Ngayogyakarta pun lagi-lagi harus terbagi dengan Adipati Pakualaman menjadi wilayah tersendiri. Nah dalam pembagian wilayah yang tentu melibatkan pihak penjajah (Kerajaan Belanda, juga Inggris ketika membagi Ngayogyakarta) adakalanya wilayah exclive yang menyempil di tengah. Diantaranya adalah Kotagede dan Imogiri, wilayah Kasunanan Surakarta ditengah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Hal tersebut berlangsung hingga tahun 1950-an bersamaan dengan pembubaran Daerah Istimewa Surakarta. ↩︎
  2. Rute dari Stasiun Pasar Gede (sekarang SMPN 9 Yogyakarta) ke Makam Raja Raja Imogiri bisa dilihat di sini https://maps.app.goo.gl/xfL8gSAFYU98ssRG6 ↩︎

Comments

Leave a Reply