Lawang Sewu Semarang awalnya adalah kantor operator kereta api swasta Belanda, NISM. Namun bangunan bersejarah ini sempat terlantar hingga timbul kesan mistis. Barulah sekitar tahun 2010 direnovasi total dan kini jadi icon pariwisata Kota Semarang
Prologue
22 Juni 1865 untuk pertama kalinya roda besi berputar di Pulau Jawa. Waktu itu menghubungkan Semarang dan Tanggung. Kereta Api ketika itu dioperasikan oleh perusahaan swasta yakni NISM (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij). Tanggal itu lantas diabadikan sebagai hari lahirnya kereta api di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, NISM membangun lagi jalur kereta api dari Batavia ke Buitenzorg (Bogor), 16 September 1871. Berbeda dengan Semarang Tanggung memakai standard gaunge 1.435 mm, jalur kedua ini menggunakan narrow gaunge 1.067 mm. Menjadi pembuka lintas kereta api menuju Priangan di kemudian hari.
Setahun kemudian (21 Mei 1872), jaringan kereta api yang awalnya mentok di Tanggung diperpanjang hingga ke Surakarta dan Yogyakarta. Sejak itulah Joglosemar terhubung si ular besi. Di sini juga segmen baru tercipta yakni Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden) yang kini jadi jalurnya KRL Joglo.
Lawang Sewu Semarang, Dibangun Untuk Kantor NISM
Udah punya jaringan kereta api menghubungkan Semarang, Tanggung, dan Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden). Ditambah jalur KA Batavia Buitenzorg di sisi barat. NISM tentu membutuhkan semacam kantor administratif.
Pemerintah Kolonial Belanda pada awal abad ke-20 mendirikan sebuah bangunan di tengah Kota Semarang. Pembangunannya dimulai pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Bangunan ini digunakan sebagai kantor administratif NISM (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij).
Bangunan ini dikenal dengan nama Lawang Sewu Semarang. Secara harfiah berarti “seribu pintu” dalam bahasa Jawa, meskipun sebenarnya bangunan ini tidak memiliki seribu pintu. Namun, nama ini mengacu pada banyaknya jendela-jendela kaca dan pintu-pintu yang ada di sini.
Arsitektur Lawang Sewu Semarang
Dirancang oleh arsitek Belanda, Cosman Citroen, yang menggabungkan berbagai elemen arsitektur Eropa dengan sentuhan Indonesia. Salah satu ciri khasnya adalah banyaknya jendela besar dengan kaca patri yang memungkinkan pencahayaan alami masuk ke dalam bangunan.
Bagi siapapun yang berwisata ke sini bila dilihat dari luar memiliki banyak jendela. Begitupula jika masuk ke dalam akan menemukan cukup banyak Lorong dan pintu. Nah kondisi begini bisa bikin kamu tersesat. Tapi tenang aja, Lawang Sewu nggak seruwet Tokyo Station di Jepang.
Era Perang Dunia II
Selama Perang Dunia II (1942-1945), Jepang menduduki Hindia Belanda, dan Lawang Sewu Semarang digunakan sebagai markas militer oleh pasukan Jepang. Setelah perang, bangunan ini digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan mereka. Jadi di sini sempat jadi markas militer ya.
Pasca Kemerdekaan Indonesia
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Lawang Sewu digunakan sebagai kantor pemerintah dan kereta api hingga tahun 1992. Namun sayangnya setelah itu bangunan bersejarah ini justru terlantar.
Berada di pusat kota Semarang, ditengah-tengah lagi, harusnya membuat bangunan ini punya nilai strategis. Ibaratnya Monas di Jakarta. Jangankan disamakan Monas yang juga jadi maskot Indonesia, yang ada di sini malah menimbulkan kesan angker dan mistis selama nggak terpakai alias terlantar.
Bukannya dijadiin destinasi wisata khususnya sejarah. Karena biar gimanapun juga ini adalah bagian dari sejarah. Bukan hanya kereta api, juga perjuangan Indonesia dalam mencapai kemerdekaan, lebih miris malah jadi tempat buat uji nyali!
Renovasi Total Lawang Sewu Semarang
Untungnya pemerintah dan dinas terkait cukup peka melihat ada sebuah gedung bersejarah terlantar dan jadi tempat uji nyali. Sebagai bangunan cagar budaya udah selayaknya diselamatkan. Terlebih sempat ada wacana buat merobohkan bekas kantor NISM ini.
Tahun 2010 pemerintah dan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) mulai melakukan renovasi total atas gedung Lawang Sewu Semarang. Nggak hanya itu PT. KAI telah mencatatnya sebagai asset perusahaan. Tujuan agar nggak diganggu tangan-tangan jahil.
Icon Pariwisata Kota Semarang
Saat ini, Lawang Sewu Semarang telah menjadi objek wisata sejarah. Lebih dari itu juga udah jadi icon pariwisata Kota Semarang. Di sini Pengunjung dapat mengunjungi bangunan ini dan melihat arsitekturnya yang indah serta mendengarkan cerita-cerita sejarah yang terkait dengannya.
Gedung ini menjadi salah satu simbol penting dalam sejarah Indonesia dan tetap menjadi salah satu ikon arsitektur kolonial Belanda yang paling menonjol di negara ini. Meski telah direnovasi, namanya cerita dan aura mistis di tempat ini ternyata nggak hilang begitu saja.
Masih dijumpai beberapa titik yang masih memiliki aura mistis kental. Sebut aja di bagian belakang yang dekat toilet. Ada lagi bangunan berbentuk kerucut yang ternyata itu adalah sumur air untuk bangunan bersejarah ini.
Kesimpulan
Lawang Sewu Semarang dirancang oleh arsitektur Belanda, Cosman Citroen, dan pembangunannya dimulai 1904-1907. Awalnya merupakan kantor administratif operator kereta api NISM. Waktu itu punya jaringan kereta api dari Semarang ke Solo via Tanggung, Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden), hingga Batavia-Buitenzorg.
Kedatangan Jepang di era Perang Dunia II merubah fungsinya menjadi markas militer. Berlanjut lagi menjadi basis pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Setelah itu fungsinya menjadi kantor pemerintahan sekaligus kereta api hingga 1992.
Sempat terlantar hingga memunculkan aura mistis, gedung bersejarah ini direnovasi tahun 2010 oleh pemerintah bersama PT. Kereta Api Indonesia. Meski kesan mistis masih ada, kini telah menjadi icon pariwisata Kota Semarang.
Leave a Reply