Terowongan Lampegan Tertua di Indonesia

Terowongan Lampegan Tertua di Indonesia

Terowongan Lampegan dibangun pada tahun 1879-1882. Merupakan yang pertama dan tertua di Indonesia, bahkan mungkin Asia Tenggara. Sempat ambruk di tahun 2001, sekarang telah dipugar dan aktif lagi dilewati kereta api.

Terowongan legendaris ini merupakan bagian dari sejarah pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan Jakarta dan Bandung. Ide untuk menghubungkan kedua kota penting itu sejatinya telah ada sejak tahun 1878. Seiring telah terhubung antara Batavia dan Buitenzorg (Bogor) 31 Januari 1873. Itu artinya 2% dari tanah priangan telah terhubung jaringan kereta api.

Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg dibangun dan dioperasikan oleh perusahaan swasta NIS (Nederlandsch Indische Stroomtram Maatschappij). Setelah tuntas ada ide untuk melanjutkan proyek hingga Bandung dengan tujuan membuka keterisolasian Priangan.

Sedikit info, Bandung ketika itu masih merupakan desa kecil di pedalaman Priangan. Namun punya potensi hasil bumi seperti teh dan kina. Meski telah tersambung Jalan Raya Pos Daendles, itu dirasa masih belum cukup. Terutama untuk percepatan pengiriman hasil bumi yang akan diekspor.

Setelah melalui diskusi panjang, diputuskan bahwa pemerintah Hindia Belanda melalui Staatspoorwegen (SS) melanjutkan pembangunan jalur kereta api dari Buitenzorg ke Bandung. Proyek tersebut dimulai pada 5 Oktober 1881 dan pada tanggal 17 Mei 1884 telah mencapai Bandung. Kemudian lanjut ke Cicalengka hingga seluruhnya telah tersambung dan beroperasi pada 10 September 1884.

Pembangunan jalur tersebut jelas bukan perkara gampang. Apalagi medan yang dilewatinya merupakan kontur pegunungan. Bahkan terdapat lintasan ekstrem di segmen Cianjur – Bandung yakni lintas Cipatat – Tagog Apu dengan gradien 40 per mil. Juga dua bentang jembatan tinggi yakni Jembatan Cisokan dan Jembatan Rajamandala. Selain dua jembatan tadi, ada satu terowongan di segmen Sukabumi-Cianjur.

Terowongan itu dibangun karena kesulitan untuk membangun rel yang menaiki bukit, sehingga mau nggak mau harus menembusnya dengan cara membangun terowongan. Di era itu belum ada alat berat sehingga pembangunan masih sangat mengandalkan tenaga manusia (manual).

Pendahuluan

Sebelum kita lanjut, pembahasan tentang Terowongan Lampegan kali ini adalah edisi repackage dari konten yang sebelumnya pernah tayang di situs Manglayang ID. Tercatat ada tiga artikel di sana di dua katagori berbeda yakni:

  • Terowongan Lampegan: Asal Usul Nama dan Cerita (Jalan Jalan di Indonesia)
  • Stasiun Lampegan: Pos Pertama Sebelum Terowongan (Jalan Jalan di Indonesia)
  • Terowongan Kereta Api Lampegan: Ngintip Saat Sepi (Backpacker and Trip Report)

Nah karena semua konten yang berhubungan dengan kereta api dipindah ke halaman ini otomatis ketiganya juga harus diarsipkan. Lalu dibuat versi barunya (repackage) di sini. Bagi kamu yang penasaran dengan ketiganya boleh didownload di sini: Arsip Lampegan

Terowongan Lampegan dan Asal Usulnya.

Pembangunan terowongan dimulai pada tahun 1879 sebagai bagian dari segmen Sukabumi-Cianjur. Masih menggunakan tenaga manusia dan dikerjakan dari kedua sisinya yakni sisi Sukabumi dan Cianjur secara bersamaan. Bentukannya dibuat menggunakan kayu.

Sisi-sisi terowongan disemen menggunakan campuran kapur dan semen buatan karena nggak ada pasir disitu. Paling berat dari pembangunan terowongan ini ialah adanya dorongan air di sisi Cianjur sehingga harus dibuang menggunakan pompa dengan kekuatan tinggi. Terowongan akhirnya kelar di tahun 1882 dan untuk pertama kalinya bisa dilewati kereta 21 Juli 1882.

Terowongan ini terletak di satu daerah bernama Cimenteng. Ada juga yang bilang daerah Tegalnangka. Sumber lainnya Cibokor. Namun yang jelas terowongan ini menembus Gunung Kendeng sepanjang 686 meter di ketinggian 652 mdpl. Namun nggak satupun yang dipake buat nama. Justru dikemudian hari lebih dikenal dengan nama Terowongan Lampegan hingga menjadi nama resmi.

Ada satu cerita namun wallohu a’lam benar atau nggak-nya cerita itu yang jadi asal usul nama Lampegan. Pertama Lampegan berasal dari bahasa Belanda, Lampen aan! (nyalakan lampu). Sebuah ucapan yang diteriakkan oleh kondektur ketika kereta hendak menembus Gunung Kendeng via terowongan. Kedua Lampegan sebagai bahasa campuran Lamp pegang! (pegang lampu). Biasanya ucapan itu terjadi saat akan menginspeksi terowongan.

Oke kita nggak akan terjebak pada cerita yang belum jelas kebenarannya itu. Terdapat 20 daerah di Jawa Barat dengan nama Lampegan. Namun untuk terowongan di sini nama Lampegan diperkirakan berasal dari bahasa Sunda Lamping yang artinya lereng gunung, maka lamping-an (Lampegan) berarti tempat di lereng gunung.

Dan versi ini InSyaaAlloh lebih mendekati kebenaran. Sesuai dengan kondisi fisik terowongan Lampegan itu sendiri yang memang diapit beberapa pegunungan. Satu diantaranya adalah Gunung Padang yang merupakan situs purbakala terbesar di Asia Tenggara.

Satu paket dengan Stasiun Lampegan.

Pembangunan Terowongan Lampegan sepertinya satu paket dengan Stasiun Lampegan yang tepat berada di sisi timur. Karena selepas terowongan terdapat sebuah sinyal mekanik. Itu merupakan sinyal keluar masuk Stasiun Lampegan.

Dulu Stasiun ini memiliki gudang dan turntable. Hal ini terbilang unik mengingat ini bukanlah stasiun terminus dan memang nggak di design untuk itu. Beda dengan Stasiun Sukabumi misalnya yang di awal pembangunannya pernah jadi terminus. Sehingga punya turntable.

Diperkirakan turntable ini diperuntukkan pertukaran lokomotif dari arah Buitenzorg dan Bandung. Bisa jadi karena dulu memang ada ritual seperti ini, tukar menukar lokomotif uap. Terlebih kalo kita bicara jalur ekstrem, dari Lampegan ke Padalarang itu akan menghadapi lintasan ekstrem Cipatat sehingga hanya lokomotif tipe tertentu saja yang bisa menaklukkan medan seperti itu.

Adapun bangunan gudang dulu bisa jadi untuk menyimpan hasil bumi. Gudang itu sekarang udah nggak ada. Entah kapan dibongkarnya. Namun sisa-sisa turntable masih bisa ditemukan di Stasiun Lampegan. Turntable udah bukan lagi non-aktif. Bahkan telah berubah bentuk menjadi seperti kolam ikan.

Stasiun Lampegan kini menjadi akses penting menuju situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara, Gunung Padang. Keberadaanya tentu sangat penting untuk menunjang pariwisata. Stasiun dan Terowongan Lampegan sendiri sebagai bangunan cagar budaya juga bisa dijadikan objek wisata sejarah. Bukan cuma sejarah kereta api,

Terowongan Lampegan juga pernah jadi saksi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Wilayah sekitaran sini memang dijadikan basis gerilya para pejuang Indonesia sehingga sering terjadi pertempuran sengit melawan tentara NICA Belanda, dan memberi dampak buruk pada mereka.

Pernah Ambruk dan Mati Suri

Terowongan Lampegan pernah menjadi saksi pasang surut layanan kereta api di jalur Manggarai Padalarang, khususnya lintas Bogor-Padalarang. Bahkan hal ini telah terjadi di era Kolonial. Terlebih setelah Staatspoorwegen (SS) mengakuisisi jalur milik BOS (Batavia Ooster Spoorweg Maatschappij).

Dilanjutkan dengan pembangunan jalur baru Karawang – Padalarang pada tahun 1901 (beroperasi 2 Mei 1906). Keberadaan jalur baru yang mempersingkat waktu tempuh antara Batavia dan Surabaya yang masih lewat Bandung.

Praktis banyak yang lebih memilih jalur baru karena lebih pendek dan lebih singkat dari segi waktu tempuh. Dampaknya bahkan sampai ke operator NIS di sisi Batavia-Buitenzorg yang pendapatannya terus menurun bahkan merugi. Nah ini lagi ada ritual pindah kereta di Buitenzorg. Sementara di jalur baru ritual itu nggak ada sama sekali.

Hingga akhirnya seluruh lintas Batavia ke Buitenzorg dibeli oleh Staatspoorwegen (SS). Proses akuisisi yang juga dibarengi dengan penataan jalur kereta api di wilayah Batavia ditambah pembangunan dua stasiun besar yakni Stasiun Batavia Staad (sekarang Jakarta Kota) dan Stasiun Manggarai.

Pasca kemerdekaan pun sama, jalur ini kurang dilirik dan hanya dilayani oleh kereta-kereta lokal. Kalopun dulu pernah ada kereta unggulan itu KA Cepat Jakarta – Cianjur menggunakan KRD MCW 302 yang mulai dinas sekitar tahun 1980-an. Untuk Bandung-Sukabumi juga hanya ada satu layanan pasca transisi ke Orde Baru yakni KA Argo Peuyeum yang terdiri dari 2 kereta saja ditarik loko BB 301/304.

Puncaknya terjadi di tahun 2001 ketika Terowongan Lampegan ambruk hingga memutus layanan KA Argo Peuyeum. Biasanya bablas ke Stasiun Sukabumi jadinya cuma sampe Stasiun Lampegan. Praktis menurunkan minat penumpangnya juga.

Terlebih posisi Stasiun Lampegan sendiri jauh dari jalan raya. Hingga membuat rutenya dipotong lagi dan akhirnya cuma Padalarang – Cianjur PP hingga pensiun di 2012. Segmen Sukabumi – Cianjur termasuk Terowongan Lampegan pun mati suri.

Selama kurang lebih 13 tahun dilakukan berbagai perbaikan dan renovasi bangunan bersejarah ini. Akhirnya pada tahun 2014 segmen ini kembali aktif dan dilayani KA Siliwangi. Terowongan Lampegan pun bangkit dan berdenyut lagi hingga sekarang.

Terowongan Lampegan Saat Ini

Dioperasikannya KA Siliwangi membuat terowongan pertama dan tertua di Indonesia inipun bangkit dari tidur panjangnya selama 13 tahun. Sejak ambruk 2001 itu. Nggak hanya itu rute KA Siliwangi pun kini telah diperpanjang jadi Sukabumi – Cipatat PP.

Selain kembali berdenyut, terowongan pun jadi destinasi wisata sejarah. Terlebih hingga kini KA Siliwangi jadi satu-satunya rangkaian kereta api yang melintas secara reguler. Jadwalnya juga nggak padat. Dalam sehari cuma ada 3 perka dari Sukabumi dan 3 perka dari Cipatat.

Bagi sebagian orang, Terowongan Lampegan kerap dipakai untuk wisata petualangan. Namun untuk bisa melintas terowongan dengan berjalan kaki nggak semudah membalikkan telapak tangan. Pertama-tama harus izin dulu ke PPKA dan Kepala Stasiun Lampegan. Meski hanya ada satu kereta melintas reguler, aspek safety tetap harus diperhatikan.

Jangan lupa aura mistis juga masih sangat kental di sana. Jadi jangan bertingkah sembarangan terlebih setelah diizinkan masuk ke dalam dan trekking sampe ke sisi Kabupaten Sukabumi. Jadwal perjalanan KA Siliwangi jelas mesti diperhatikan juga.

Oh iya, bicara soal posisi secara administratifnya, Terowongan Lampegan masuk wilayah Kabupaten Cianjur. Juga sekaligus batas wilayah antara Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Terlebih di sisi barat dan Stasiun Cireungas itu masuknya Sukabumi.

Dari segi usia, Terowongan Lampegan kini telah berusia 143 tahun dan menjadi terowongan kereta api tertua di Indonesia. Apakah sekaligus tertua di Asia Tenggara? Wallohu A’lam. Namun boleh jadi salah satu terowongan kereta api yang tertua di Asia Tenggara.

Galeri Foto Terowongan dan Stasiun Lampegan



Referensi

Agus Mulyana. 2017. Sejarah Kereta Api di Priangan. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Kartum Setiawan. 2021. Sejarah Kereta Api di Jakarta Dari Zaman Belanda Hingga Reformasi. Jakarta: Kompas.

Oliver Johannes Raap. 2017. Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe. Jakarta: KPG

Sudarsono Katam. 2014. Kereta Api di Priangan Tempo Doeloe. Bandung: Pustaka Jaya

Comments

2 responses to “Terowongan Lampegan Tertua di Indonesia”

Leave a Reply