Tokyo Station merupakan yang terbesar di ibukota Jepang tersebut. Di sinilah pusat segala aktivitas kereta jarak jauh dan pusat integrasi antarmoda. Meskipun begitu tanpa ada jalur permukaan. Contoh ideal bagi stasiun sentral.
Prologue
Wacana menjadikan Stasiun Manggarai sebagai stasiun sentral menuai pro dan kontra. Jika melihat dari kondisi yang ada sekarang. Terutama akses parkir nyaris nggak tersedia. Ditambah lalu lintas jalan raya yang padat.
Sejak bulan Mei 2022 telah diberlakukan SO5 sebagai pijakan awal ke arah sana yang kelak akan menggantikan Stasiun Gambir. Meski telah ada jalur elevated, tetap aja masih mempertahankan jalur permukaan. Padahal jika dibandingkan dengan Jepang hal itu nggak seharusnya ada.
Selain Manggarai masih ada lagi yang jadi titik pertemuan beberapa lintas. Ambil contoh Stasiun Purwosari yang punya percabangan ke Wonogiri. Disitu kereta komuter, bandara, jarak jauh, perintis hingga wisata jadi satu. Lebih dari itu jalurnya masih permukaan abis. Apalagi segmen menuju Stasiun Solo Kota berada di tengah Jalan Slamet Riyadi.
Kalo gitu seperti apakah seharusnya stasiun sentral yang jadi titik pertemuan sejumlah lintas, maupun pertemuan sejumlah kereta?
Pernah Dibahas dan Kepanjangan
Sebetulnya ini udah pernah ada pembahasannya di Manglayang ID. Namun sayang terlalu panjang dan terlihat ngalor ngidul. Nggak tertata dengan baik. Sehingga mesti direlease ulang dan direlated kan dengan contoh kasus Indonesia. Penasaran sama tulisan lama? Langsung aja ke sini : Bukan Sekedar Stasiun Kereta
Tokyo Station, Dibangun Untuk Stasiun Sentral
Nggak ada salahnya bila kita menengok perkeretaapian di negara lain, khususnya yang telah maju seperti Jepang. Dimana sistem perkeretaapian yang begitu kompleks bisa tertata dengan baik. Lebih dari itu satu sama lainnya terintegrasi. Baik sesama kereta dalam satu maupun beda operator, bahkan dengan transportasi lain seperti bus.
Ambil contoh aja Tokyo Station yang berada di distrik Chiyoda Kota Tokyo. Stasiun di ibukota Jepang ini mulai beroperasi pada 20 Desember 1914 di era Taisho. Diarstieki oelh Tatsuno Kingo. Bila dihitung usia stasiun ini telah berusia 108 tahun, dimana kurang lebih sebulan lagi memasuki usianya ke 109 tahun.
Bila dilihat memang masih lebih muda bila dibandingkan dengan Stasiun Tugu Jogja misalnya yang telah berusia 136 tahun (1887 – 2023). Meskipun begitu sejak awal dibangun, stasiun ini telah didesain untuk dijadikan semacam titik sentral. Dimana seluruh perjalanan kereta akan dipusatkan di sini.
Tokyo Station Terdiri dari Dua Pintu
Selama kurun waktu seabad lebih telah banyak perubahan dan renovasi yang dikerjakan untuk memberi kenyamanan pada para pelanggan. Walaupun begitu bangunan lama karya Tatsuno Kingo tetap dipertahankan. Bagian ini di kemudian hari dikenal dengan nama Marunouchi, sementara sisi lainnya yang lebih modern bernama Yaesu (dibangun 1929).
Jadi stasiun ini terdiri dari dua pintu. Sama seperti stasiun lainnya bahkan hal seperti inipun umum terjadi di Indonesia. Seperti Stasiun Surabaya Gubeng yang memiliki dua akses.
Tanpa Jalur Permukaan : Elevated dan Underground
Sebagai stasiun sentral, Tokyo Station sama sekali nggak punya jalur permukaan. Hanya ada jalur elevated dan bawah tanah (underground). Nah di sini ada sisi unik dimana JR East (sebelumnya Japanese National Railway/JNR) membangun jalur bawah tanah dari Shinagawa Station yang dinamakan Yokosuka Line.
Jalur bawah tanah juga digunakan oleh operator subway Tokyo Metro. Bahkan di sini terdapat dua buah stasiun yakni Tokyo di Marunouchi dan Otemachi di Yaesu. Keduanya mulai beroperasi tahun 1956. Adapun kereta jarak jauh seperti Limited Express dan Shinkansen menggunakan elevated. Sama juga untuk Komuter.
Tokyo Station, Titik Pusat Kereta Jarak Jauh
Sebagai stasiun sentral, di sini merupakan pusatnya Kereta Jarak Jauh. Baik Limited Express biasa maupun Shinkansen. Untuk Limited Express termasuk layanan Narita Express (NEX). Sedangkan Shinkansen semuanya terpusat di sini, kecuali Sakura yang memulai perjalanan dari Shin-Osaka.
Contoh Ideal Sebuah Stasiun Sentral
Nah keberadaan Tokyo Station yang hanya punya jalur elevated dan bawah tanah harusnya jadi contoh ideal pengembangan stasiun sentral di Indonesia. Terlebih masih sangat mengandalkan jalur permukaan yang cukup berisiko terjadi kecelakaan. Kaya Stasiun Purwosari harusnya udah memikirkan hal ini.
Apalagi mulai dari KAJJ seperti Kereta Api Logawa, ada kereta bandara Adi Soemarmo, KRL Joglo, dan KA Batara Kresna jurusan Stasiun Wonogiri. Belum lagi kereta wisata Jalandara. Nah ini mesti dipikirkan supaya ke depan jangan sampat terjadi chaos seperti Stasiun Manggarai. Abis kejadian barulah dibangun jalur elevated. Meski lebih baik telah daripada tidak sama sekali.
Kesimpulan
Tokyo Station mulai beroperasi 20 Desember 1914 dan bila dihitung bulan depan akan memasuki usia ke 109 tahun. Terlihat lebih muda dari stasiun utama yang ada di Indonesia. Namun untuk urusan integrasi dan keteraturan jauh lebih unggul. Ditambah lagi hanya memiliki jalur elevated dan bawah tanah (underground). Sebuah contoh ideal untuk stasiun sentral.
Galeri Foto
Masih Lanjut Ya
InSyaaAlloh pembahasan masih akan lanjut lagi ke Momen Bersejarah Tokyo Station, Boso View Express Shiosai Ciri Khas Rangkaian Ekslusif, Narita Express (NEX) Kereta Bandara dan Jarak Jauh, dan Yokosuka Line Jalur Underground JR East. Stay Tune ya.
Berikut adalah konten lanjutan yang telah direlease dan inSyaaAlloh udah bisa kamu baca:
Leave a Reply