tragedi kebasen 1981 malapetaka di tepi sungai serayu

Tragedi Kebasen 1981 : Malapetaka Di Tepi Sungai Serayu

Tragedi Kebasen 1981 terjadi pada tanggal 21 Januari 1981 di petak Notog-Kebasen. KA Senja IV (Jakarta-Solo) tabrakan adu banteng dengan KA Tatarmaja (Blitar-Jakarta). Makan 7 korban tewas. Salah satu yang terparah di Jalur KA Cirebon Kroya.

Pendahuluan

Tragedi Cicalengka 5 Januari 2024 lalu masih belum hilang dari ingatan. Pasalnya selama lebih dari 22 tahun belum pernah ada lagi tabrakan adu banteng antar dua kereta berlawanan arah. Kejadian itu seolah membuka berbagai lembaran kelam peristiwa serupa yang pernah terjadi di Indonesia.

Tentu saja tabrakan paling parah ialah Tragedi Bintaro 1 tanggal 19 Oktober 1987. Dimana 150 penumpang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ditambah lagi Ratujaya 1993 dengan korban tewas 20-an orang. Adu banteng terakhir terjadi di Ketanggungan Barat 2001 yang merengut 45 korban tewas.

Melanjutkan Pembahasan Terowongan Kebasen

Sebetulnya musibah ini telah disinggung sedikit di pembahasan Terowongan Kebasen, Saksi Tabrakan Adu Banteng 1981. Nah kejadiannya itu dinamakan Tragedi Kebasen 1981.

Sesuai dengan TKP nya di daerah Kebasen, Kabupaten Banyumas. Nah konten ini sekaligus melanjutkan pembahasan Terowongan Kebasen.

Tragedi Kebasen 1981 : Di Tengah Infrastruktur Jadul

Namun sepertinya belum banyak yang mengetahui bahwa pernah terjadi sebuah tabrakan adu banteng di tepi Sungai Serayu. Tepatnya petak antara Notog dan Kebasen. Di sini terdapat dua buah terowongan dan satu bentang Jembatan Serayu Kebasen.

Tabrakan ini dikenal dengan nama Tragedi Kebasen 1981. Sesuai dengan waktu kejadian yakni 21 Januari 1981. Saat musibah ini terjadi, Jalur KA Cirebon Kroya kondisinya masih nggak jauh beda dengan era kolonial.

Meski Jembatan Serayu Kebasen telah diupgrade, infrastruktur jadul lain peninggalan Belanda masih dipakai. Berdasarkan laporan Polisi, komunikasi antar stasiun masih menggunakan warta atau telegraf. Persinyalannya pun masih mekanik. Duh jadul banget dong? Begitulah kondisinya waktu itu.

Cara kerja telegraf menggunakan sinyal morse yang dituliskan di secarik kertas kecil seukuran meteran penjahit. Nah, kalo kamu pernah nonton film Titanic versi manapun1, disitu ada scene gimana cara kerja telegraf. Kurang lebih sama.

Tragedi Kebasen 1981 : Persilangan di Stasiun Kebasen

Peristiwa ini melibatkan dua kereta yakni KA Senja IV dan Tatarmaja. KA Senja IV (20) berangkat dari Stasiun Gambir Jakarta dengan tujuan akhir Stasiun Tugu Jogja. Kerena ini sekarang dikenal dengan nama Senja Utama Jogja.

KA Tatarmaja (21) melayani rute Blitar – Madiun – Jakarta. Kereta ini merupakan cikal bakal Kereta Api Matarmaja. Kini jalurnya telah dirubah jadi lewat Semarang – Brumbung Solo Jebres.

Berdasarkan Gapeka saat itu persilangan antara KA Tatarmaja (21) dan KA Senja IV (20) di Stasiun Kebasen. Namun di malam hari yang naas itu sejumlah kereta dari arah Jakarta mengalami keterlambatan. Pastinya akan ngaruh juga sama aktivitas persilangan di beberapa stasiun.

Perhitungan jarak antara Stasiun Kebasen ke TKP 3,151 km (3 menit) dan dari Stasiun Notog ke TKP 2,522 km (2,5 menit). Kecepatan maksimal yang dibolehin di lintas tersebut 70 km/jam, sedangkan kecepatan operasional 63 km/jam.

Kronologis Tragedi Kebasen 1981

Berikut kronologis terjadinya tabrakan antara KA Tatarmaja (21) dan KA Senja IV (20):

January 21, 1981


PPKA Notog Kirim Warta ke Kebasen

PPKA Notog mengirim pesan telegraf (warta) ke Stasiun Kebasen yang isinya kurang lebih, “Jika KA XX (KA di depan KA 20) masuk Kebasen, KA 21 dapat diberangkatkan ke Notog”. Waktu itu PPKA Notog nggak tau posisi KA 20 karena wartanya belum masuk, sementara KA XX udah di petak Purwokerto-Notog

January 21, 1981
January 21, 1981


PPKA Kebasen : Persilangan KA 20 dan XX

Warta diterima PPKA Kebasen dan disetujui. PPKA Kebasen menahan KA 21 untuk disilang KA XX. Setelah KA XX melintas langsung, PPKA Kebasen memberangkatkan KA 21 dan kemungkinan membuat Surat PTP (Perubahan Tempat Persilangan) atas dasar warta yang diterima dari PPKA Notog sebelumnya.

January 21, 1981
January 21, 1981


PPKA Notog Mengantuk

PPKA Notog mengantuk sehingga tak fokus menerima warta KA saat traffic dari Jakarta padat. Lantas PPKA Notog tertidur.

January 21, 1981
January 21, 1981


KA 20 Berangkat dari Notog

Ada dua kemungkinan kenapa KA 20 bisa berangkat dari Notog:

(1). PPKA Notog tertidur tanpa membalik kedudukan sinyal masuk sehingga masih dalam posisi aman (Semboyan 5) — kalo sekarang sinyal warna hijau/aspek hijau. Jadi sinyal itu dibiarin aja setelah melayani kereta didepan KA 20.

(2). PPKA Notog terbangun saat mendengar Semboyan 35 dari KA 20 yang tertahan sinyal, dan langsung melayani KA 20 untuk melintas langsung. Padahal KA 21 udah berangkat dari Kebasen. Jadi nggak nyadar di sini.

January 21, 1981
January 21, 1981


Masinis KA 21 Lakukan Pengereman

Menurut keterangan masinis KA 21, beliau ngerem selepas terowongan Kebasen karena ada semboyan 2B (Pembatasan Kecepatan). Kecepatan ditambah setelah melewati Semboyan 2H (Penghabisan Batas Kecepatan). Sekitar 2 menit berselang beliau melihat lampu sorot lokomotif KA 20 dan langsung ngerem.

January 21, 1981
January 21, 1981


Masinis KA 20 Lakukan Pengereman

Masinis KA 20 melihat sorot lampu KA 21 langsung melakukan pengereman.

January 21, 1981
January 21, 1981


Tabrakan Adu Banteng

Karena jarak udah dekat, tabrakan nggak bisa dihindari. Masinis KA 21 terpental ke parit dan tak sadarkan diri (koma), baru berhasil dievakuasi jam 10 pagi. Sementara asisten masinis KA 21 meninggal dunia.

January 21, 1981
January 21, 1981


Kereta Penolong Didatangkan

Untuk keperluan evakuasi didatangkan kereta penolong yakni: regu NR dari Purwokerto dan regu derek dari Balai Yasa Yogyakarta.

January 21, 1981

Dampak Kecelakaan Adu Banteng : 7 Korban Tewas dan Sarana Afkir

Kecelakaan adu banteng antara KA Senja IV dan Tatarmaja mengakibatkan 7 korban tewas, termasuk asisten masinis KA Tatarmaja bernama Sudarto. Beliau adalah kru kereta dari Solo.

Disamping itu dampak juga dirasakan oleh dua rangkaian kereta yang bertabrakan. Dimana terdapat sarana yang rusak parah dan berujung afkir. Tak bisa dipakai lagi.

Sarana yang mengalami afkir ialah: Dua lokomotif penarik yakni CC 201 33 dan CC 201 35. Keduanya dirucat karena kondisinya rusak berat. 1/2 kereta juga mengalami hal yang sama.

Menurut keterangan seorang pensiunan: 2 orang petugas disanksi. Satu orang dipecat. Satunya lagi diturunkan pangkatnya jadi PJL (Petugas Jaga Lintasan). Sayangnya nggak ada rincian siapa aja staff yang disanksi itu. Hal tersebut sebagai tindak lanjut atas terjadinya PLH2 di Tepi Sungai Serayu itu.

Tragedi Kebasen 1981 : Salah Satu Terparah di Jalur KA Cirebon Kroya

Tragedi Kebasen yang melibatkan KA Senja IV dan Tatarmaja menjadi salah satu yang terparak di Jalur KA Cirebon Kroya. Tepatnya di petak antara Stasiun Kebasen dan Notog. Dimana terdapat Terowongan Kebasen, Jembatan Serayu, dan Terowongan Notog.

Adapun TKP nya berada antara Jembatan Serayu dan Terowongan Kebasen. Kawasan yang juga dikenal dengan nama Gunung Payung. Di tepi Sungai Serayu.

Keduanya masih di jalur lama. Sekarang keduanya udah nggak dipake dan hanya jadi monumen. Operasional dialihkan ke jalur baru yang double track.

Bila dilihat dari kronologis di atas, human error menjadi faktor utama. Lebih tepatnya miskomunikasi. Disamping sarana yang telah uzur. Masih digunakannya telegraf.

Tenggelam oleh Tragedi Tampomas II

Nggak lama setelah musibah ini terjadi lagi kecelakaan transportasi. Bedanya kali ini transportasi laut. KM Tampomas II terbakar dan tenggelam di Perairan Masalembo. Kecelakaan maritim tersebut memenuhi pemberitaan di berbagai media.

Otomatis perhatian publik teralihkan ke Perairan Masalembo alih-alih Tepian Sungai Serayu. Di awal aja Tragedi Kebasen 1981 tenggelam oleh pemberitaan kecelakaan di tempat lain yang juga jadi catatan sejarah. Gimana dengan sekarang? Nggak banyak yang mengetahui musibah tersebut.

Antara Kebasen dan Cicalengka

Apa yang terjadi di Cicalengka yakni adu banteng antara KA Turangga dengan Commuter Line Bandung Raya harusnya bisa membuka lagi ingatan kita atas Tragedi Kebasen 1981. Kebetulan di Cicalengka masih memakai sinyal mekanik. Sebagaimana Kebasen tanggal 21 Januari 1981.

Bedanya alat komunikasinya udah lebih modern. Dengan adanya itu, harusnya Tragedi Cicalengka bisa dihindari. Sedangkan di kebasen masih pakai telegraf warisan kolonial. Hingga kini penyebab pastinya masih menunggu penyelidikan KNKT selesai.

Kesimpulan

Tragedi Kebasen 1981 merupakan kecelakaan adu banteng antara KA Senja IV dan Tatarmaja. Terjadi di Kawasan Gunung Payung. Antara Jembatan Serayu dan Terowongan Kebasen. Tentunya masih di jalur lama ya. Bahkan waktu itu infrastruktur masih jadul. Komunikasi masih pakai telegraf.

Kecelakaan ini mengakibatkan 7 korban tewas. Salah satunya asisten masinis KA Tatarmaja. Selain itu kedua lokomotif dan 1/2 sarana kereta mengalami kerusakan parah hingga harus afkir dan dirucat.

Sayang nggak banyak yang mengingat musibah ini. Bahkan diawal aja tenggelam oleh pemberitaan Tragedi Tampomas II di Perairan Masalembo. Harusnya dengan kejadian Tragedi Cicalengka kemarin bisa membuka lagi memori tentang salah satu musibah terburuk di jalur KA Cirebon Kroya.

Galeri Foto


  1. Film Titanic punya berbagai versi. Paling fenomenal tentu 1997. Namun sebelumnya pernah ada seperti A Night to Remember (1958). Nah dalam film itu diperlihatkan bagaimana cara kerja telegraf yang dioperasikan menggunakan morse. Dari telegraf itu akan keluar semacam warta di sisi penerimanya. Dalam kertas ukuran meteran. ↩︎
  2. PLH singkatan dari Peristiwa Luarbiasa Hebat. Sering digunakan sebagai istilah lain kecelakaan yang melibatkan kereta api. ↩︎