Yokosuka Line menghubungkan Tokyo dengan Kanagawa Prefecture. Namun terdapat jalur bawah tanah di segmen Shinagawa dan Tokyo Station. Terbilang unik untuk lintas yang dioperasikan JR East. Bisakah model ini buat solusi reaktivasi di Indonesia?
Prologue
Jalur bawah tanah bukanlah hal asing dalam dunia perkeretaapian. Telah banyak dibangun di beberapa negara. Termasuk Indonesia yang punya model lintas tersebut untuk MRT Jakarta dari ASEAN ke Bundaran HI.
Biasanya bila berbicara tentang jalur bawah tanah pasti yang ada dipikiran orang ialah kereta MRT. Nggak salah sih secara MRT yang dibangun di Singapore itu sebagian besar berada di bawah tanah. Khususnya jalur yang melintas di tengah kota. Kecuali daerah pemukiman dibuat melayang (elevated).
Tapi ada satu hal yang unik terjadi di Jepang. Umumnya jalur bawah tanah itu untuk subway yang dioperasikan Tokyo Metro, Osaka Metro, hingga Tokyu Transportation. Siapa sangka operator utama sekelas JR East pun memilikinya. Seperti apakah gambaran lintas tersebut?
Before We Go
Sebelum kita masuk ke inti pembahasan dan menjawab pertanyaan di atas, sebetulnya konten ini merupakan retrofit (daur ulang) dari yang pernah tayang di Manglayang ID berjudul Jalur Underground-nya JR East. Berdasarkan evaluasi terdapat kekurangan di situ sehingga mesti disempurnakan lagi di sini. Penasaran kaya gimana? Langsung aja klik di sini: Jalur Underground-nya JR East.
Yokosuka Line : Dari Tokyo ke Kanagawa
Jalur tersebut ialah Yokosuka Line. Penghubung Tokyo dan Kanagawa Prefecture yang masih berada di Wilayah Kanto. Dari Tokyo Station jalur ini menuju Yokosuka dan berakhir di Kurihama Station, dimana segmen terakhir merupakan single track (Yokosuka-Kurihama).
Yokosuka Line : Keunikan Jalur Bawah Tanah JR East
Bila dilihat secara umum nggak ada bedanya dengan lintas lain. Tetapi ada satu segmen yang terbilang unik. Segmen ini membentang dari Tokyo Station hingga Shinagawa yang masih berada di Kota Tokyo. Di sini jalurnya berada di bawah tanah. Menembus perut bumi layaknya subway. Di segmen ini terdapat Shimbashi Station.
Di sinilah keunikan dari segmen ini, terdapat jalur bawah tanah yang dioperasikan oleh JR East, yang notabene adalah salah satu operator kereta utama di Jepang. Sedangkan jalur bawah tanah biasanya identik dengan subway dan Kota Tokyo telah memiliki jaringan subway yang cukup luas.
Yokosuka Line : Terhubung Narita dan Sobu Line
Jalur bawah tanah ini terhubung dengan Narita dan Sobu Line di Tokyo Station. Bila dilihat itu merupakan Pusat Kota Tokyo yang cukup ramai. Disinilah pusat niaga dan pemerintahan. Berbeda dengan Shibuya yang lebih banyak bisnis dan pariwisata. Karenanya lebih aman dibangun jalur seperti ini ditambah elevated. Sehingga tak perlu ada permukaan.
Bisakah Diterapkan di Indonesia?
Model Yokosuka Line di segmen Tokyo Station – Shinagawa sebetulnya pernah diwacanakan pada tahun 1960-an di Jakarta. Ketika dipimpin oleh Gubernur Soemarno. Menanggapi gagasan Bung Karno yang ingin mengganti Trem peninggalan Belanda dengan subway.
Dalam rancangan tersebut, jalur kereta yang melintasi pusat kota Jakarta akan dibenamkan ke bawah tanah. Jalur kereta api dari Jatinegara ke Jakarta Kota via Stasiun Jakarta Pasar Senen, maupun lintas Manggarai-Jakarta Kota akan dibuat seperti itu.
Namun sayang masa itu perekonomian sedang sulit. Bahkan yang ada malah Manggarai-Jakarta Kota akan dihilangkan untuk membangun Monas. Meski pada akhirnya nggak jadi dilaksanakan, dan hanya menghilangkan LAA nya saja dari Gondangdia ke Sawah Besar.
Soal bisa diterapkan atau tidak sebetulnya nggak ada yang mustahil. Terutama berkaitan wacana reaktivasi yang terkendala banyaknya bangunan di atas rel non aktif. Mungkin modelan Yokosuka Line bisa aja jadi alternatif solusi guna menyiasati drama pembebasan lahan. Semua kembali lagi ke pihak terkait dan ketersediaan anggaran tentunya.
Kesimpulan
Yokosuka Line adalah jalur kereta penghubung Tokyo dan Kanagawa Prefecture. Dinamakan begitu karena melewati Yokosuka Station dan berakhir di Kurihama. Namun ada hal unik di segmen Tokyo Station – Shinagawa yakni Jalur Bawah Tanah yang terhubung dengan Narita dan Sobu Line. Di situ juga terdapat Shimbashi Station.
Soal bisa atau nggak diterapkan di Indonesia sebetulnya nggak ada yang mustahil. Bahkan model begini harusnya jadi alternatif solusi untuk reaktivasi lintas non aktif yang terkendala banyaknya bangunan berdiri di atas rel tersebut. Semua tergantung ketersediaan pihak terkait dan anggarannya.
Galeri Foto



Leave a Reply