Semula jalur KA Kutoarjo Purworejo akan dijadikan bagian dari lintas Cilacap Yogyakarta via Magelang. Dibangun untuk kepentingan ekonomi dan militer. Pasca kemerdekaan sempat mengalami pasang surut sebelum akhirnya non-aktif hingga kini. Akankah hidup lagi?
Nggak salah menyebut Stasiun Kutoarjo sebagai pusat transit dan integrasi antarmoda. Selain jadi tempat transit bagi budget traveler tujuan Jogja dan Solo khususnya yang naik KA Kutojaya Selatan dari Bandung, dulu stasiun ini juga punya percabangan menuju pusat kota Purworejo.
Jalur ini punya sejarah panjang. Dibangun Staatspoorwegen (SS), operator kereta api milik pemerintah Hindia Belanda, menghubungkan Kota Purworejo dengan lintas utama Cilacap-Yogyakarta. Namun sayang kini percabangan tersebut telah non-aktif selama 12 tahun. Belum ada tanda-tanda akan diaktifkan lagi. Dari awal pembangunan lintas ini juga udah mendapat kritikan dari sebagian orang Belanda.
Karena itu apakah ada urgensi untuk mengaktifkan kembali percabangan itu? Apalagi sekarang telah ada Bus Rapid Transit (BRT) dari Stasiun Kutoarjo ke Borobudur yang lewat Purworejo?
Jalur KA Kutoarjo Purworejo Direncanakan jadi Lintas Utama
Keberadaan Jalur KA Kutoarjo Purworejo nggak lepas dari rencana pemerintah kolonial Belanda yang membangun jalur kereta api trase Cilacap-Yogyakarta. Apalagi setelah berhasil menghubungkan Bumi Parahyangan (Jawa Barat), lintasan tersebut dilanjut hingga ke Bumi Mataram. Jalur menuju Kota Purworejo masuk dalam perencanaan tersebut.
Waktu itu Purworejo merupakan tangsi militer KNIL. Pemerintah ingin mempercepat mobilitas militer dan menghubungkan tangsi militer yang ada di wilayah itu. Selain Purworejo juga ada di Gombong, Kebumen. Nah jalur itu juga akan dihubungkan dengan Pelabuhan Cilacap sebagai satu-satunya akses ekspor dan impor di pantai selatan Jawa. Sehingga pengiriman hasil bumi bisa dipercepat dengan adanya kereta api.
Pemerintah Kolonial Belanda punya dua rencana jalur kereta api:
- Opsi 1: Cilacap – Kutoarjo – Purworejo – Magelang – Yogyakarta
- Opsi 2: Cilacap – Kutoarjo – Yogyakarta (sebagaimana jalur saat ini)
Opsi pertama sebetulnya cukup ideal karena sekaligus akan membuka akses pariwisata menuju Candi Borobudur. Ditambah lagi Magelang dan Yogyakarta telah tersambung jalur kereta api. Namun sayangnya biaya pembangunannya sangat mahal karena harus melewati Bukit Menoreh. Banyak jembatan harus dibangun ditambah terowongan.
Akhirnya opsi kedua yang dipilih. Adapun untuk Purworejo dijadikan percabangan dari Kutoarjo. Staatspoorwegen (SS) merencanakan Stasiun Purworejo bukan sebagai terminus dan berpeluang untuk dilanjutkan hingga ke Magelang. Jalur KA Cilacap Yogyakarta dibangun pada tahun 1884.
16 Juli 1887 jalur KA dari Yogyakarta ke Kutoarjo dan Purworejo resmi beroperasi. Ditandai dengan perjalanan KLB yang membawa Gubernur Jenderal Otto Van Rees dan rombongan. Kereta berangkat jam 07.30 dari Stasiun Yogyakarta dan tiba di Stasiun Kutoarjo jam 09.45. Nggak lama kemudian perjalanan lanjut ke Stasiun Purworejo dan tiba di sana 10.15. Inilah kali pertama jalur KA Kutoarjo Purworejo sekaligus Kutoarjo Yogyakarta beroperasi secara komersial.
Plus dan Minus Stasiun Purworejo
Keberadaan stasiun kereta api di kota Purworejo setidaknya memberi dua dampak positif yakni:
- Memajukan perekonomian Purworejo yang sebelumnya tergantung moda transportasi tradisional seperti kuda dan gerobak
- Meningkatkan mobilitas militer, menghubungkan Purworejo dengan Garnisun Militer di tempat lain seperti Gombong.
Namun sebagian orang Belanda justru mengkritik keberadaan jalur KA Kutoarjo Purworejo, dianggap sebagai biang kemerosotan perekonomian Purworejo. Terlebih posisi Stasiun Purworejo yang terminus berbeda dengan stasiun lainnya. Sehingga arus penumpang dan barang nggak sebanyak dan sebesar di kota-kota lainnya.
Stasiun Purworejo awalnya dilengkapi fasilitas Balai Yasa Lokomotif. Namun pada tanggal 31 Desember 1930 ditutup untuk menghemat anggaran. Kegiatan perawatan sarana lokomotif dipindahkan ke Stasiun Kutoarjo. Bekas Balai Yasa Purworejo dimanfaatkan sebagai komplek perumahan tentara dan hanya menyisakan rumah kepala Balai Yasa.
Pasang Surut Jalur KA Kutoarjo Purworejo Pasca Kemerdekaan

Pihak Belanda memang belum melanjutkan pembangunan jalur hingga Magelang dan tersambung dengan jaringan kereta api yang telah ada di sana. Cuma posisi stasiun direncanakan bisa diteruskan ke sana di masa-masa mendatang. Sayangnya kekalahan Belanda dan masuknya Kekaisaran Jepang ke Indonesia membuyarkan rencana tersebut.
Di masa pendudukan Kekaisaran Jepang, lintas cabang ini ditutup dan baru dibuka lagi di awal kemerdekaan hingga tahun 1952. Setelah 3 tahun ditutup (1952-1955) jalur ini kembali beroperasi selama kurang lebih 1,5 dekade (1955-1977). Penutupan kedua ini nyaris bersamaan dengan penutupan sejumlah lintas cabang lainnya di pulau Jawa lantaran sarana dan prasarana uzur ditambah kalah saing dengan ban karet. Di awal Orde Baru pembangunan jalan raya memang sangat gencar.
1,5 dekade berikutnya, antara tahun 1993 dan 1995 pada masa pemerintahan bupati Goernito dan Menteri Perhubungan Haryanto Danutirto, jalur KA Kutoarjo Purworejo dibuka lagi. Dimanfaatkan untuk angkutan kereta feeder dari Stasiun Kutoarjo. Biasanya kereta api feeder ini menggunakan lokomotif diesel tipe BB 300 yang biasa dipakai untuk langsir dan satu hingga dua kereta penumpang.
Biasanya kalo dua kereta penumpang terdiri dari satu kereta bisnis dan satu kereta ekonomi yang nantinya akan digandengkan dengan KA Sawunggalih ke Jakarta dan KA Kutojaya Selatan ke Bandung. Seringnya sih hanya satu kereta ekonomi saja.
Sayangnya lantaran jalur dianggap nggak aman dan pendapatan dari feeder juga jauh dari memuaskan, Jalur KA Kutoarjo Purworejo lagi-lagi harus ditutup pada tahun 2010. Di masa kepemimpinan Dirut KAI Ignatius Jonan beberapa Perjalanan Kereta Api (Perka) juga banyak dihapus karena alasan finansial hingga keselamatan. Termasuk dua feeder yakni KA Feeder Logawa ke Cilacap dan KA Feeder Purworejo.
Mungkinkan Hidup Lagi dan Rencana Belanda Bisa Direalisasikan?

Dulu pemerintah kolonial Belanda merencanakan jalur KA Kutoarjo Purworejo bisa tersambung ke Magelang dan melewati Candi Borobudur. Sayangnya rencana tinggal rencana. Belanda kalah dalam perang melawan Jepang dan Indonesia pun jatuh ke tangan Jepang. Di masa pendudukan Jepang lintas cabang ini dimatikan. Meski nggak sampai dipreteli kaya beberapa lintas cabang lain seperti Rancaekek Tanjungsari dan Maos Purwokerto Timur.
Selepas merdeka lagi-lagi rencana ini belum sempat tereksekusi. Banyaknya gejolak politik pasca penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda ke Indonesia membuat lintas ini kurang mendapatkan perhatian. Alih-alih diperpanjang ke Magelang yang ada malah ditutup lagi selama 3 tahun (1952-1955). Kondisi perkeretaapian berada dalam titik nadir hingga di tahun 1977 lagi-lagi harus ditutup.
Ketika dibuka kembali pada tahun 1990-an, hanya dioperasikan sebatas lintas feeder. Terlebih jalur menuju Magelang telah non-aktif sejak 1976 sebagai dampak dari banjir lahar Gunung Merapi yang memutus akses jembatan tempel. Ditambah kalah saing dengan moda transportasi umum jalan raya. Akhirnya 2010 hingga kini jalur KA Kutoarjo Purworejo ditutup total.
Jangankan memperpanjang lintasan hingga Magelang, apakah ada urgensi reaktivasi jalur ini? Terlebih saat ini telah beroperasi BRT TransJateng rute Kutoarjo-Borobudur. Sehingga jika dilihat dari sini belum ada urgensi untuk sekedar menghidupkan lagi untuk tujuan komersial apalagi memperpanjangnya.
Referensi
Membongkar Ingatan di Stasiun Purworjo. Jejak Kolonial
Leave a Reply