Faktor ekonomi jadi latar belakang pembangunan jalur KA Bandung Ciwidey 1 untuk segmen Soreang (1916-1921). Menandai masuknya ban besi ke wilayah tersebut. Bahkan sempat ada wacana Loop Line. Sayang kini semua non-aktif.
Pendahuluan
Wacana untuk membangun jalur kereta api di wilayah Bandung Selatan sejatinya telah ada sejak 5 Desember 1882. Dimana waktu itu jalur kereta api dari Buitenzorg (tersambung dari Batavia) telah mencapai Cianjur.
Disebutkan pula bahwa ketika nantinya mencapai Bandung itu udah mencakup bagian selatan. Jadi satu paket. Mulanya pihak swasta tertarik. Namun wacana itu harus tertunda karena tengah fokus menyelesaikan jalur utama.
Tahun 1884 Kota Bandung telah tersambung rel kereta api dari Batavia dan Buitenzorg (Bogor). Bahkan telah mencapai Garut di tahun 1889 dan dari Garut ke Cilacap mulai 1889 hingga 1892.
Pembangunan lintas cabang menuju Bandung Selatan justru baru dimulai ketika memasuki dekade 1910. Dimana tahap pertama dari Bandung ke Dayeuhkolot, Banjaran hingga Kopo (Soreang). Dilanjutkan ke Ciwidey di tahun 1922.
Bahkan sebelum lanjut Ciwidey itu pernah ada wacana semacam Loop Line dari Soreang ke Cimahi via Batujajar dan Padalarang. Sayangnya semua peninggalan sejarah itu kini nyaris hilang.
Before We Go
Konten tentang jalur kereta api Bandung Ciwidey dan Stasiun Banjaran pernah tayang di situs Manglayang ID. Namun karena adanya pemisahan antara konten kereta api dengan non kereta api, konten tersebut dipindahkan ke sini. Bagi yang penasaran dengan konten lama tersebut silakan download di sini Jalur Kereta Api Bandung Ciwidey
Latar belakang Ekonomi Jalur KA Bandung Ciwidey 1
Di era kolonial Belanda, pembangunan jalur kereta api kebanyakan dilatarbelakangi faktor ekonomi. Selain ekonomi biasanya ada unsur politis yakni kepentingan mobilitas militer.
Namun untuk Bandung Selatan, khususnya Jalur KA Bandung Ciwidey 1 ke Soreang hampir semuanya dilatarbelakangi masalah ekonomi. Terlebih Bandung Selatan banyak terdapat lahan pertanian, perkebunan, hingga kayu.
Hasil pertanian, perkebunan, dan kayu itu ada yang sebatas dijual di pasar-pasar yang ada di Bandung Selatan. Namun ternyata juga dikirim ke Kota Bandung. Tentunya menggunakan moda transportasi tradisional.
Akses Jalan Raya untuk Gerobak dan Pedati
Saat itu dari Kota Bandung ke Bandung Selatan telah ada 3 buah akses jalan raya, antara lain: Jalan Raya Bandung Ciwidey via Kopo (Soreang), Jalan Raya Bandung Pangalengan via Banjaran, dan Jalan Raya Bandung Pacet via Ciparay.
Hanya saja angkutan menggunakan moda tradisional seperti gerobak dan pedate dirasakan kurang efektif. Waktu pengiriman lama ditambah ongkosnya mahal. Karena itu butuh moda transportasi yang efektif dan efisien, yakni kereta api.
KA Bandung Ciwidey 1 : Bercabang dari Stasiun Cikudapateuh
Pembangunan Jalur KA Bandung Ciwidey 1 telah dimulai pada tahun 1916 berupa pengukuran di area-area yang akan dibangun jaringan rel kereta api. Dilanjut tahun 1917.
Jalur menuju Bandung Selatan bercabang dari Stasiun Cikudapateuh di lintas utama. Dari Stasiun Cikudapateuh lewat Halte Cibangkong Lor, Halte Cibangkong, Stasiun Buah Batu, Bojongsoang, dan Dayeuhkolot (Citeureup).
Dari Stasiun Dayeuhkolot terdapat satu bentang jembatan paling besar yang menyeberangi Sungai Citarum. Menuju Banjaran mengikuti alur Jalan Raya Bandung-Banjaran. Berbelok ke barat via Citalitung hingga Soreang.
Akhirnya Ban Besi Tembus Soreang
Tanggal 13 Februari 1921 Jalur KA Bandung Ciwidey 1 segmen Soreang telah selesai dan dioperasikan. Dengan demikian ban besi telah menembus Soreang dan Bandung Selatan. Meski belum secara keseluruhan.
Segmen pertama ini setidaknya telah memangkas waktu tempuh dan biaya pengangkutan hasil-hasil pertanian, perkebunan, dan kayu dari Bandung Selatan. Segmen kedua menuju Ciwidey baru dibangun tahun 1922 dan selesai 1924
Wacana Loop Line
Setelah Soreang tersambung jaringan kereta api dari Stasiun Cikudapateuh, sempat ada rencana untuk melanjutkan ke Cimahi via Batujajar dan Padalarang. Istilah lainnya Loop Line atau jalur lingkar.
Namun usulan itu nggak terlaksana. Sebaliknya justru malah melanjutkan pembangunan jalur KA Bandung Ciwidey 1 ke tahap berikutnya yakni menuju Ciwidey.
Jalur KA Bandung Ciwidey 1 Kini
Sayangnya kejayaan si ular besi di Bandung Selatan meredup ketika masuk awal dekade 1970-an. Sarana dan prasarana yang telah uzur menyebabkan kereta api kalah saing dengan ban karet semisal van atau truk.
Keduanya dianggap lebih efisien di masa itu lantaran bisa langsung menuju pasar alias point-to-point. Beda dengan kereta api yang hanya dari stasiun ke stasiun. Sehingga butuh angkutan lagi untuk sampai di pasar.
Kecelakaan kereta api pengangkut hasil bumi di Cukanghaur menjadi awal dari ditutupnya Jalur KA Bandung Ciwidey 1 baik segmen Bandung-Soreang maupun Soreang-Ciwidey di awal tahun 1980-an.
Kini tinggal menyisakan sisa-sisa kejayaan si ular besi di Bandung Selatan. Seperti bekas-bekas rel. Juga bangunan stasiun. Dua diantaranya ialah Stasiun Banjaran dan Stasiun Soreang.
Kesimpulan
Pembangunan Jalur KA Bandung Ciwidey 1 telah direncanakan bersamaan dengan jalur utama dari Buitenzorg ke Bandung (1892). Namun rencana itu baru bisa direalisasikan pada tahun 1916. Latar belakangnya ialah faktor ekonomi.
Sebagai tahap awal dibangun dari Stasiun Cikudapateuh di lintas utama ke Soreang. Setelah berhasil ditembus ban besi, jalur kereta api dilanjutkan ke Ciwidey (1922). Sempat ada wacana ke Cimahi via Batujajar dan Padalarang yang akhirnya tak terlaksana.
Sampai kejayaan kereta api berakhir akibat kalah saing dengan angkutan jalan raya (ban karet)sisa-sisa jalur kereta api masih bisa ditemukan. Juga bekas stasiun seperti Stasiun Banjaran dan Soreang.
Leave a Reply