Kereta Angkut Tebu Karanganyar memiliki kontribusi dalam pengembangan moda transportasi si ular besi. Khususnya di lintas kereta api Mataram. Tercatat berasal dari pabrik gula yang punya jalur khusus seperti Tasikmadu.
Pendahuluan
Faktor ekonomi menjadi salah satu alasan pembangunan dan pengembangan moda transportasi kereta api di Vortenslanden (Lintas Kereta Api Mataram). Khususnya wilayah Surakarta atau Solo Raya. Daerah ini memiliki sejumlah perkebunan tebu dan Pabrik Gula.
Untuk pabrik gula tentu saja yang paling terkenal ialah Pabrik Gula Colomadu dan Tasikmadu. Keduanya berlokasi di Karanganyar yang waktu itu masih masuk afdeling Sragen. Kedua pabrik dibangun dan dimiliki oleh Mangkunegara.
Dari perkebunan, kereta api memiliki peranan mengangkut tebu ke pabrik gula untuk diolah. Setelah jadi barulah hasil produksi berupa gula diangkut menuju pasar hingga pelabuhan untuk keperluan ekspor komoditas.
Kereta Angkut Tebu Karanganyar Spoor 750 mm
Uniknya Kereta Angkut Tebu Karanganyar ini berbeda dengan kereta konvensional yang dioperasikan oleh Staats Spoorwegen (SS) maupun NISM. Dimana lebar gaunge SS itu 1.067 mm. Sementara NISM pake standard gaunge 1.435 mm.
Kereta ini sebetulnya lebih ke lori tebu dengan spoor 750 mm. Biasa beroperasi sebatas di sekitaran Pabrik Gula. Memang terdapat jalur khusus yang menjadi akses menuju jalur utama. Seperti lintas Tasikmadu โ Kemiri.
Dimana lintas ini dulunya melayani rangkaian kereta angkutan gula dan tetes tebu yang ditarik loko uap Tasikmadu X (TM X). Hasil pabrik diantar menuju lintas kereta Solo Surabaya. Aktivitas ini berlangsung hingga 1986.
Kereta Angkut Tebu Karanganyar Berkontribusi Atas Hasil Produksi
Disebutkan bahwa Perkebunan Gula yang boleh jadi mencakup Pabrik Gula Tasikmadu mampu memproduksi sekitar 112.835 untuk panen ke-1 saja. Sedangkan volume gula diangkut dari stasiun terdekat pernah mencapai 7.630 di tahun 1885.
Untuk Tasikmadu sendiri karena terhubung dengan lintas kereta Solo Surabaya yang waktu itu dioperasikan Staats Spoorwegen (SS). Dari situ hasil produksi dibawa ke stasiun NIS untuk selanjutnya dikirim ke pelabuhan Semarang. Terutama untuk kepentingan ekspor.
Memang di awal yakni tahun 1884 yang bisa diangkut sebesar 2.484 dan setelah menginjak volume 7000-an sedikit mengalami penurunan di tahun 1886. Dimana gula yang bisa diangkut 6.142.
Nah angka segitu juga udah merupakan bukti nyata bahwa Kereta Angkut Tebu Karanganyar punya kontribusi dalam menggerakkan ekonomi. Belum lagi yang diekspor via pelabuhan Semarang pernah mencapai 563.904 ton.
Kesimpulan
Kereta Angkut Tebu Karanganyar memiliki kontribusi nyata dalam menggerakkan ekonomi dari hasil produksi pabrik gula. Diantaranya dari Tasikmadu, dimana terdapat akses langsung ke lintas kereta Solo Surabaya milik Staats Spoorwegen (SS).
Kemudian hasil produksi tersebut diangkut hingga ke pelabuhan Semarang untuk keperluan ekspor. Proses pengiriman dengan cara transfer ke kereta api via stasiun NISM. Selain ekspor juga dikirim ke pasar untuk kebutuhan masyarakat lokal.
Kereta Angkut Tebu Karanganyar – Monumen Loko Uap TM VIII
Sedikit catatan, selain Loko Uap Tasikmadu X (TM X) yang dipake untuk angkut hasil produksi ke jalur utama, juga terdapat armada TM VIII yang kini telah dimonumenkan di Agrowisata Sondokoro.
Agrowisata Sondokoro menjadi bagian tak terpisahkan dari Pabrik Gula Tasikmadu. Dimana Pabrik ini telah berusia seabad lebih dan masih eksis hingga kini. Padahal saudara tuanya, Colomadu, telah berubah fungsi jadi museum sepenuhnya.
Loko Uap TM VIII ini juga jadi salah satu armada kereta angkut Tebu Karanganyar di Pabrik Gula Tasikmadu. Sepertinya ini dipake di lingkungan pabrik. Bisa jadi juga untuk mengantar hasil panen tebu dari perkebunan ke pabrik.
Kini jadi monumen bersama Loko Uap Tasikmadu X. Bagian dari sejarah kejayaan pabrik gula di era kolonial. Juga menunjukkan bahwa di masa lalu kereta api punya peran penting dalam pengangkutan hasil bumi.
Leave a Reply