Viaduk Ngaglik dan Gagalnya Proyek Stasiun Soerabaia Hoog

viaduk ngaglik dan gagalnya proyek soerabaia hoog

Viaduk Ngaglik, sebuah bangunan berwarna hijau berdiri kokoh di dekat PJL Ngaglik Surabaya. Di tengah kawasan padat penduduk, dan lalu lintas jalan raya serta kereta api yang melintas. Inilah sebuah saksi bisu gagalnya proyek besar di era kolonial yakni Stasiun Soerabaia Hoog. Akibat Krisis Ekonomi dan Perang.

Pendahuluan

Sama seperti Semarang, Surabaya juga punya dua stasiun besar di era kolonial yang saling terpisah satu dengan lainnya. Pertama adalah Stasiun Surabaya Kota (dulu “Soerabaia”) yang mulai beroperasi tahun 1878. Seiring dengan jalur pertama Staats Spoorwegen (SS) ke Stasiun Pasuruan.

Kedua adalah Stasiun Surabaya Pasar Turi milik NISM. Dalam sejarahnya inilah stasiun besar ketiga yang paling muda. Selesai dan beroperasi tahun 1900. Merupakan bagian dari Jalur Kereta Pantura Timur.

Sayang antar kedua stasiun utama itu nggak nyambung. Penumpang Pantura yang akan ke Malang misalnya harus naik dokar lebih dulu menuju Stasiun Surabaya Kota. Hal sebaliknya pun berlaku bagi mereka yang akan menuju ke Spoor Lamongan dan kota-kota Pantura lainnya.

Masalahnya kemacetan sering terjadi di dekat Pengampon (kini Jalan Bungurasih) sekitar Stasiun Surabaya Kota. Karenanya mulai tahun 1910, pemerintah kota memiliki rencana untuk membangun stasiun baru sebagai pengganti Surabaya Kota dan Pasar Turi.

Langkah awal dengan meninggikan sebagian jalur rel kereta api (elevated). Namun sayang hingga kedatangan Jepang ke bumi Nusantara, proyek besar itu tak pernah terwujud. Dua stasiun masih tetap terpisah, hingga aktivitas perjalanan KA Jarak Jauh pindah ke Stasiun Surabaya Gubeng. Konektivitas yang baru bisa diwujudkan pada tahun 2014 dalam bentuk shortcut.

Seperti apakah proyek besar yang dimaksud? Berikut pembahasannya:

Stasiun Soerabaia Hoog, Integrasi NISM dan SS

Pengganti Stasiun Surabaya Kota dan Pasar Turi itu ialah Soerabaia Hoog Station. Rencananya stasiun akan dibangun bertingkat. Nah di sinilah kereta NISM dan SS akan terintegrasi satu sama lain. Sehingga penumpang dari Jalur Kereta Pantura Timur yang hendak ke Banyuwangi atau Malang nggak perlu lagi nyambung dokar dulu keluar dari stasiun. Karena perpindahan masih di dalam stas

stasiun surabaya kota waktu itu dianggap udah nggak layak

Proyek Besar Perkeretaapian : Soerabaia Hoog, Viaduk Ngaglik, dan Sidotopo

Sebagaimana konsepnya Soerabaia Hoog yang bertingkat, jalur kereta api akan ditinggikan dan berada di atas jalan raya. Istilahnya elevated railway. Nah jika Jakarta mengoperasikan elevated railway pertama kali tahun 1992, Surabaya udah lebih dulu membangun itu mulai dekade 1910-an. Pemerintah kota membangun sejumlah viaduk. Salah satunya adalah Viaduk Ngaglik.

Bersamaan dengan program itu, Staats Spoorwegen (SS) mengoperasikan Dipo Sidotopo pada tahun 1923 untuk menggantikan Surabaya Kota yang semakin overload. Keberadaan Dipo baru itu juga sepaket dengan sejumlah viaduct.

Apalagi ada jalur kereta api yang menghubungkannya dengan Stasiun Surabaya Pasar Turi milik NISM. Sehingga Sidotopo ini juga masuk dalam proyek besar perkeretaapian selain Soerabaia Hoog.

viaduct bunguran dekat stasiun surabaya kota

Viaduk Ngaglik dan Konektivitas Gubeng-Pasar Turi

Viaduk Ngaglik berada atas jalan Ngaglik Kota Surabaya. Rencananya double track akan dibangun di sana. Jalur kereta api yang melintas Viaduk ini menghubungkan Stasiun Surabaya Gubeng dengan Stasiun Surabaya Pasar Turi. Pastinya berujung di Soerabaia Hoog juga yang terletak di Jalan Johar sebelah barat Sungai Kalimas.

Viaduk Ngaglik Urung Terbangun Gegara Krisis Ekonomi dan Perang Pasifik

Sayangnya situasi global waktu itu kurang stabil akibat meletus Perang Dunia ke-1 (1914-1918). Perang tersebut memicu krisis ekonomi. Sehingga pembangunan proyek perkeretaapian Surabaya sebagiannya mengalami hambatan. Nah yang terhambat ini adalah Soerabaia Hoog dan jalur kereta api yang rencananya akan double track tersebut. Termasuk Viaduk Ngaglik tentunya.

Memang bangunan ini sempat dibangun. Namun sekali lagi Pemerintah Kolonial Belanda harus menghadapi ketidakpastian yang mempengaruhi proyek besar ini. Kali ini giliran Perang Pasifik. Ketika Jepang mulai melancarkan agresi ke sejumlah negara mulai pertengahan 1930-an.

Sampai akhirnya Jepang menyerbu Hindia Belanda tahun 1942 yang membuat Pemerintah Kolonial Belanda menyerah pada Kekaisaran Jepang. Berujung pergantian kekuasaan di bumi nusantara. Pada saat itu jalur kereta api yang akan melintas Viaduk Ngaglik urung terbangun.

jembatan kereta kapasari jalur dari surabaya pasar turi dan mesigit ke sidotopo

Konektivitas Langsung Baru Terwujud di 2014

Sebelum kedatangan Jepang, Pemerintah Kolonial hanya sempat merealisasikan sedikit Proyek Besar Perkeretaapian. Dipo Sidotopo dan satu segmen elevated saja antara Sidotopo dan Stasiun Surabaya Pasar Turi.

Memang melalui segmen itu konektivitas dengan Stasun Surabaya Gubeng telah berhasil terbangun. Namun kereta masih harus memutar dulu di Sidotopo. Berbeda dengan jalur yang lewat Ngaglik dan Soerabaia Hoog seperti rencana awal.

Konektivitas langsung baru terwujud di tahun 2014. Ketika shortcut penghubung kedua stasiun tersebut berhasil dibangun. Bersamaan dengan itu untuk pertama kainya Kereta Api Jayabaya tujuan Stasiun Malang via Pantura melintas di sana.

Mangkrak Tapi Jadi Cagar Budaya

Shortcut itu memang nggak melewati viaduk, tapi berupa jalur rel pendek di sebelah Stasiun Surabaya Kota yang menjadi pusat layanan kereta komuter. Sementara itu bangunan Viaduk masih tetap berdiri dalam kondisi mangkrak. Walaupun demikian telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.

Dengan kondisi terkepung pemukiman padat penduduk. Kalopun masih berfungsi, Viaduk Ngaglik hanya sebatas akses penghubung antar kampung. Bukan sebagai jembatan kereta api sebagaimana rencana awal.

inilah viaduct ngaglik yang akhirnya mangkrak

Kesimpulan

Viaduk Ngaglik merupakan bagian dari proyek besar perkeretaapian Surabaya pada periode 1910-1930an. Mencakup Dipo Sidotopo dan Soerabaia Hoog Station yang akan menjadi stasiun pusat mengintegrasikan layanan NISM dan SS.

Namun sampai dengan kedatangan Jepang pada tahun 1942, proyek besar itu hanya berhasil mewujudkan Sidotopo dan jalur elevated yang menghubungkan dengan Stasiun Surabaya Pasar Turi. Adapun Soerabaia Hoog batal sehingga otomatis viaduk yang sempat terbangun menjadi mangkrak.

Walaupun begitu bangunan mangkrak itu telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Kini kalopun berfungsi hanya sebatas akses penyeberangan antar kampung. Bukan jalur kereta api.

Comments

Leave a Reply