Drama Manggarai yang Tak Kunjung Usai

Drama Manggarai yang Tak Kunjung Usai

Drama Manggarai terjadi sejak diberlakukannya Pola Perjalanan KRL baru yang dikenal dengan SO5. Mulai dari kasus-kasus ringan seperti ribet karena harus transit hingga yang terbaru penumpang jatuh dari peron. Seolah tak kunjung usai dan takkan pernah ada ujungnya.

Pembenahan terus dilakukan di stasiun besar peninggalan Staatspoorwegen (SS) itu. Apalagi kedepannya Stasiun Manggarai akan diproyeksikan sebagai stasiun sentral untuk semua pemberangkatan kereta api mulai dari Commuter Line, KA Bandara, hingga Kereta Api Jarak Jauh (KAJJ). Nggak hanya itu Stasiun Manggarai rencanannya akan terintegrasi layanan lain seperti Transjakarta dan LRT.

Untuk menjadi stasiun sentral apalagi menggantikan Stasiun Gambir jelas bukan perkara mudah dan nggak bisa buru-buru. Karenanya PT. KAI lebih dulu membenahi bagian dalam stasiun. Sebelum memikirkan untuk menata bagian luar untuk dibangun parkiran agar bisa setara dengan Stasiun Gambir. Pasalnya stasiun di ring 1 tersebut juga ada layanan Transjakarta dan Damri tujuan Bandara hingga Sumatera.

Nah di bagian dalam itulah pembenahan diikuti dengan pengaturan kembali rangkaian kereta api yang melintas maupun singgah di sana. Dimana telah dioperasikan jalur elevated untuk rangkaian KRL dari Bogor ke Jakarta Kota via Gambir. Nah untuk jalur bawahnya biasanya untuk Loop Line Bogor-Tanah Abang-Jatinegara dan Cikarang-Jakarta Kota, serta layanan KA Bandara Soekarno Hatta.

Drama Manggarai Berawal dari Penerapan SO5

Semuanya berawal dari kebijakan PT KAI Daop 1 Jakarta dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI)/KAI Commuter menerapkan Switching Over 5 (SO5) di Stasiun Manggarai. Kebijakan tersebut tentunya berpengaruh pada operasional kereta khususnya KRL Commuter Line. Nah dengan kebijakan itu juga pola operasional pun mengalami perubahan.

Jika sebelumnya untuk relasi Depok/Bogor tersedia jurusan Jakarta Kota dan Loop Line Jatinegara via Tanah Abang, di SO5 itu semuanya dihapus. Sehingga tinggal relasi Depok/Bogor – Jakarta Kota dan memanfaatkan jalur elevated Stasiun Manggarai.

Drama Manggarai Dipicu Penerapan SO5

Adapun KRL Commuter Line relasi Cikarang justru dibikin Loop Line dari Jatinegara memutar via Pasar Senen dan Tanah Abang ke Stasiun Manggarai. Maupun sebaliknya ke Manggarai dulu terus memutar Tanah Abang-Pasar Senen balik Jatinegara lagi dan selanjutnya ke arah Cikarang.

Sekilas kebijakan dan pola operasional tersebut memang menguntungkan segelintir pihak. Terutama penumpang dari Bekasi dan Cikarang yang nggak perlu lagi transit untuk ke Stasiun Sudirman dan Tanah Abang. Berkebalikan dengan dari Depok dan Bogor yang harus transit di Manggarai dulu lantas lanjut ke Stasiun Sudirman.

Pola operasinal baru ini penumpang nggak perlu lagi menyeberang rel. Semua aktivitas dipusatkan di bangunan baru Stasiun Manggarai. Masalahnya gegara itu juga Drama Manggarai pun tak tereakkan lagi.

Berdesakan, Naik Turun, Hingga Terlambat Masuk Kantor

Drama Manggarai episode 1 dimulai ketika banyak penumpang terutama dari jalur Bogor mengeluh ribetnya mekanisme transit di Stasiun Manggarai. Keluhan mereka mungkin cukup beralasan. Mengingat sebelumnya dari Bogor ke Tanah Abang bisa langsung. Namun dengan Pola SO5 mau nggak mau harus transit dulu di Manggarai.

Nggak sedikit pula yang bersuara bahwa sejak saat itu ia sering terlambat masuk kantor di kawasan Sudirman-Thamrin. Sehingga mau nggak mau harus berangkat lebih pagi. Proses transit di Manggarai pun nggak bisa dibilang mudah. Karena harus naik turun tangga dari jalur atas ke jalur bawah. Belum lagi begitu naik kereta jurusan Tanah Abang masih harus berdesakan.

Nah disinilah Drama Manggarai dimulai. Memang terjadi pro dan kontra di kalangan pengamat transportasi. Ada yang menyebut sebaiknya SO5 ditunda dulu karena dianggap minim sosialisasi. Namun yang mendukung minta supaya masyarakat mesti beradaptasi dengan pola baru ini. Harus siap dengan sistem transit dan harus siap dengan kondisi apapun. Mengingat pola begini udah jalan dan berhasil di luar negeri seperti Singapore dan Jepang.

Drama Manggarai Lanjut Rusaknya Fasilitas

Apakah cukup hanya berdesakan, naik turun tangga, dan terlambat datang ke kantor? Nyatanya Drama Manggarai nggak cuma itu doang. Fasilitas penunjang transit di gedung baru sering mengalami kerusakan. Misalnya eskalator nggak berfungsi. Memang ada perbaikan tapi itu nggak berlangsung lama. Udah itu ya rusak lagi, benerin lagi, repeat terus.

Seringnya eskalator rusak disebut-sebut karena kualitasnya yang rendah. Dianggap nggak sanggup kalo harus mengakomodasi penumpang transit dalam jumlah besar. Eskalator Stasiun Manggarai idealnya harus setara dengan yang dipake di Stasiun Gambir sekarang. Ya, di Gambir itu lebih awet dan terbilang sangat jarang mengalami gangguan. Terlepas dari hanya melayani Kereta Api Jarak Jauh.

Penumpang Jatuh dari Peron, Semoga Jadi Penutup

Drama Manggarai ternyata nggak melulu soal tata cara transit dan fasilitas. Kira-kira hari Jum’at tanggal 24 Juni 2022 kemarin ada penumpang yang jatuh dari peron jalur 9 Stasiun Manggarai yang dipakai Cikarang Line (Loop Line). Untungnya penumpang yang jatuh itu selamat dan bisa melanjutkan perjalanan. Ini mesti jadi catatan buat pengelola dalam hal ini PT. KAI. Kenapa bisa sampe ada kejadian gitu.

Okelah kesampingkan dulu soal fasilitas yang rusak. Meski jelas itu bikin nggak nyaman. Tapi kalo sampe ada kejadian penumpang jatuh di peron gegara berdesakan ini udah menyangkut nyawa manusia.

Rencana Menjadikan Manggarai Stasiun Sentral

Namun dari semua Drama Manggarai yang terjadi akhir-akhir ini semua bermuara pada satu hal yakni rencana menjadikan Manggarai sebagai Stasiun Sentral. Nantinya perjalanan kereta api jarak jauh akan berakhir dan bermula dari Stasiun Manggarai.

Dengan kata lain Stasiun Manggarai akan menggantikan Stasiun Gambir. Sebetulnya ini bukan wacana baru karena dulu di jaman Orde Baru juga pernah ada wacana Terminal Terpadu Manggarai yakni memusatkan kegiatan transportasi perkotaan di Manggarai.

Tujuan yang sebetulnya positif sebab tuntutan jaman mesti ada yang namanya Transit Oriented Development (TOD). Mengintegrasikan layanan kereta antar operator dan kereta dengan transportasi lainnya seperti Transjakarta. Manggarai dianggap sebagai simpul paling strategis. Kebetulan dari segi infrastruktur stasiun Manggarai masih bisa dikembangkan.

Sayangnya ada kelemahan paling mendasar. Stasiun Manggarai nggak punya lahan parkir memadai. Inilah yang membuat banyak pihak ragu apakah Stasiun Manggarai bisa menggantikan peran Stasiun Gambir. Karena selama ini kebanyakan penumpang memanfaatkan Stasiun Manggarai sebagai tempat transit.

Karena itu proses pembenahan dan pengembangan Stasiun Manggarai dimulai dari dalam dulu. Ketika semuanya telah tuntas barulah area luarnya. Seperti lahan parkir itu tadi agar benar-benar bisa menggantikan Stasiun Gambir yang rencananya di tahun 2025 nanti.