Ekapratala adalah bagian dari masterplan penataan jalur kereta api di Jakarta tahun 1960-an. Penutupan lintas tengah kota dan menggantinya dengan jalur bawah tanah. Dengan tiga stasiun sentral yakni Cakung, Manggarai, dan Jakarta Kota. Namun rencana ini batal karena krisis ekonomi parah.
- Pendahuluan
- Rencana Penataan Jalur Kereta Api di Jakarta Tahun 1960
- Ekapratala dan Pembangunan Kawasan Monas
- Menembus Kolong Pusat Kota
- KA Jarak Jauh Nggak ke Pusat Kota
- Tiga Stasiun Sentral yakni Manggarai, Cakung, dan Jakarta Kota
- Penataan Kawasan Sekitar Stasiun Sentral
- Batal Karena Krisis Ekonomi
- Ekapratala (Subway) Menjadi Ratangga
- Ekapratala dan Whoosh
- Kesimpulan
Pendahuluan
Nggak sedikit yang ingin agar Whoosh ke Pusat Kota. Mempertanyakan stasiun pemberhentian yang lebih ke pinggiran kota seperti Halim di Jakarta, Padalarang dan Tegalluar di Bandung Raya. Padahal di tahun 1960-an, kereta api justru dirancang agar nggak tembus sampai ke Pusat Kota Jakarta.
Kepadatan lalu lintas jadi alasan untuk menghentikan setiap KA Jarak Jauh sebelum menembus jantung kota. Atau memutar jalurnya agar menjauh dari pusat kota. Dalam perencanaan itu tiga stasiun telah ditetapkan sebagai stasiun sentral. Namun sayangnya rencana buyar gegara krisis ekonomi parah.
Seperti apakah masterplan perkeretaapian tahun 1960-an yang mengarahkan KA Jarak Jauh nggak sampai ke pusat kota?
Rencana Penataan Jalur Kereta Api di Jakarta Tahun 1960
Secara umum, pada dekade 1960-an, seluruh jaringan kereta api yang ada di Indonesia termasuk Jakarta Raya adalah warisan kolonial. Singkat cerita pemerintah sebenarnya ingin melakukan penataan terhadap jaringan kereta api peninggalan Belanda tersebut.
Alasan penataan nggak jauh dari kondisi kota Jakarta yang semakin padat seiring waktu. Dimana ibukota pada waktu itu mulai menjadi magnet bagi pendatang dari daerah. Sehingga penduduk pun terus bertambah. Efek dari pertambahan itu adalah kepadatan lalu lintas di jalan raya.
Sebelum ada rencana penataan itu, pemerintah telah lebih dulu menonaktifkan Trem peninggalan Belanda pada tahun 1957. Trem dianggap udah nggak cocok lagi. Bahkan sempat ada keinginan untuk menggantikannya dengan Metro atau Kereta Bawah Tanah. Meski akhirnya Trem digantikan oleh bus kota.
Ekapratala dan Pembangunan Kawasan Monas
Pemerintah pada saat itu juga mulai membangun tugu Monas. Kawasan sekitarnya pun ditata sedemikian rupa. Dalam masterplan Monas, nggak boleh ada bangunan di sekitarnya sehingga harus diratakan. Di sini Stadion IKADA udah lebih dulu diratakan. Gantinya adalah Stadion GBK di Senayan.
Bangunan lainnya yang masuk dalam rencana pembongkaran adalah Stasiun Gambir Jakarta. Itu juga mencakup Lintas Manggarai-Jakarta Kota yang akan ditutup total. Nggak hanya itu, bahkan Lintas Jatinegara-Jakarta Kota via Stasiun Jakarta Pasar Senen akan dibongkar.
Intinya, nggak boleh ada rel kereta permukaan (at grade) di jantung kota Jakarta. Terlebih di ring satu sekitar Stasiun Gambir yang masuk wilayah Monas. Sedangkan kawasan sekitar Stasiun Jakarta Pasar Senen merupakan pusat niaga.
Nah sebagai gantinya, pemerintah akan membangun jalur kereta bawah tanah yang dinamakan Ekapratala. Ini juga menjadi cikal bakalnya MRT Jakarta sekarang.

Menembus Kolong Pusat Kota
Konsep Ekapratala sendiri ialah kereta bawah tanah menembus kolong Pusat Kota Jakarta. Jadi dari Stasiun Manggarai, jalur kereta akan masuk ke perut bumi sampai dengan Stasiun Jakarta Kota.
Begitupula dari Jatinegara yang melewati Stasiun Jakarta Pasar Senen. Untuk yang ini jalurnya bercabang. Dimana satu menuju Stasiun Jakarta Kota, dan lainnya ke Ancol hingga Tanjung Priok.
Ketika jalur kereta telah semuanya masuk ke dalam perut bumi, bekas jalur di atasnya akan berganti menjadi ruang terbuka atau tambahan jalan raya.
KA Jarak Jauh Nggak ke Pusat Kota
Dalam konsep ini, KA Jarak Jauh nggak akan lagi melintas sampai dengan Stasiun Gambir atau Jakarta Pasar Senen. Dua stasiun tepat di Pusat Kota Jakarta. Seluruh kereta akan berhenti di Stasiun Manggarai. Bahkan sebagian lagi akan langsung menuju Stasiun Jakarta Kota lewat jalur kereta yang baru.
Tiga Stasiun Sentral yakni Manggarai, Cakung, dan Jakarta Kota
Dalam konsep penataan Jalur Kereta Api Tahun 1960-an, selain Ekapratala juga mengatur pola perjalanan KA Jarak Jauh dan Angkutan Barang. KA Jarak Jauh jelas nggak bisa lagi menembus jantung kota Jakarta.
Di sini pemerintah menetapkan 3 stasiun sentral yakni Manggarai, Cakung, dan Jakarta Kota. Stasiun Manggarai akan menjadi titik akhir perjalanan KA Jarak Jauh dari Bogor dan Priangan. Stasiun Cakung akan jadi pusat angkutan barang dilengkapi Marshailing Yard menggantikan Cipinang.
Nah dari Stasiun Cakung akan dibangun jalur kereta api baru yang langsung ke Tanjung Priok. Kemudian diteruskan lagi hingga Stasiun Jakarta Kota. Dimana stasiun yang sebelumnya bernama Batavia Benedenstaad itu akan menjadi titik akhir Perjalanan Kereta dari arah Rangkasbitung, Tangerang, dan Cirebon.
Jadi KA Jarak Jauh dari arah Jawa Tengah via Cirebon akan diarahkan lewat jalur baru. Nggak hanya itu, jalur baru itu nantinya juga akan punya percabangan ke kawasan industri dan pergudangan.
Bagi penumpang KA Jarak Jauh yang akan ke pusat kota, bisa meneruskan perjalanan dengan Ekapratala. Yang mana waktu itu berbentuk kereta bawah tanah atau subway.

Penataan Kawasan Sekitar Stasiun Sentral
Penataan juga mencakup kawasan sekitar tiga Stasiun Sentral. Rencananya Stasiun Jakarta Kota akan membangun peron tinggi dengan panjang 400 meter. Jalan Raya di sekitarnya akan diperlebar.
Stasiun Manggarai akan punya emplasemen yang terdiri dari 12 jalur dengan panjang peron 400 meter. Jalur ganda dari Stasiun Jatinegara juga akan dibangun. Kemudian diikuti pengembangan akses di sekitarnya, termasuk pengadaan lahan parkir yang akan merelokasi pasar di depan stasiun.
Jalan-jalan akses sekitar Stasiun Manggarai akan diperbaiki dan diperlebar. Termasuk membangun jalan tembus dari Sultan Agung ke Jenderal Sudirman. Sementara itu untuk Stasiun Cakung akan berfungsi sebagai Marshailing Yard atau emplasemen penyusun menggantikan Cipinang.
Adapun jalur kereta baru atau bypass dari Stasiun Cakung ke Jakarta Kota via Tanjung Priok akan langsung double track.
Batal Karena Krisis Ekonomi
Sayangnya kondisi perekonomian Indonesia pada dekade 1960-an lagi terpuruk. Saat itu, Indonesia mengalami inflasi hingga menyentuh 600%. Otomatis Rencana Penataan Jalur Kereta Api di Jakarta pun batal. Hanya sempat mencabut Listrik Aliran Atas (LAA) antara Gongdangdia dan Sawah Besar tahun 1965.
Krisis Ekonomi itu juga dibarengi dengan gejolak politik yang terjadi pada bulan September 1965. Kemudian terjadi transisi pemerintahan tahun 1967. Ketika itu LAA yang telah dicabut dipasang lagi karena kebutuhan angkutan kereta perkotaan.
Proyek penataan yang mencakup Ekapratala akhirnya hilang ketika memasuki awal dekade 1970-an. Ganti pemerintahan, kebijakan juga ikut ganti.
Ekapratala (Subway) Menjadi Ratangga
Meski rencana telah ambyar, konsep Ekapratala sebagai kereta bawah tanah masih terus menjadi wacana. Ekapratala sebagai subway baru bisa terealisasi tahun 2019. Namun dalam wujud yang baru, yakni MRT Jakarta atau Ratangga. Dengan trase yang baru pula yakni Lebak Bulus – Bundaran HI.
Kini MRT Jakarta sedang mengembangkan fase 2. Dimana fase ke-2 ini yang akan lewat Monas dan Stasiun Jakarta Kota progress nya telah mencapai 80%. Selain itu akan MRT Jakarta juga akan membangun koridor Balaraja-Harapan Indah, dan Fatmawati – Taman Mini.
Ekapratala dan Whoosh
Nah kaitannya dengan Whoosh yang nggak sampai pusat kota, sebenarnya konsep ini bukan barang baru ya. Bahkan sadar atau nggak, proyek Whoosh ini seolah menghidupkan lagi rencana penataan yang pernah jadi wacana tahun 1960. Termasuk keberadaan Ekapratala di dalamnya.
Pola Perjalanan Seperti Whoosh Udah Pernah Ada
Pola perjalanan Whoosh saat ini memang nggak sampai ke Pusat Kota. Di sisi Jakarta, perjalanan berakhir di Stasiun Halim. Sedangkan sisi Bandung ada dua pilihan yakni Stasiun Padalarang dan Tegalluar.
Nah pola perjalanan seperti ini adalah bagian dari Penataan Jalur Kereta Api di Jakarta tahun 1960-an. Dimana KA Jarak Jauh nggak lagi masuk ke Pusat Kota. Kereta dari arah Bogor dan Priangan berhenti di Stasiun Manggarai. Adapun dari Rangkasbitung, Tangerang, dan Cirebon di Stasiun Jakarta Kota.
Untuk mencapai ke pusat kota, penumpang KA Jarak Jauh bisa melanjutkan perjalanan gunakan ekapratala. Waktu itu direncanakan bentuknya kereta bawah tanah atau subway. Seperti MRT Jakarta saat ini.
Di sini jelas ya, pola perjalanan Whoosh sekarang identik dengan perencanaan tahun 1960-an itu. Jadi memang bukan barang baru.
Feeder dan LRT juga Seperti Ekapratala
Memahami Ekapratala juga jangan terlalu sempit. Itu bentuknya nggak harus subway. Justru lebih tepat adalah kereta komuter perkotaan. Karena itu transportasi lanjutan Whoosh seperti Feeder KCJB dan LRT Jabodebek sejatinya merupakan kelanjutan dari Ekapratala. Sebagai angkutan perkotaan tentunya.
Jadi pemahaman tentang itu memang melihat dari dua aspek. Sebagai kereta bawah tanah kini telah menjadi Ratangga. Adapun sebagai angkutan perkotaan, khususnya lanjutan Whoosh, bentuknya adalah Feeder dan LRT Jabodebek.

Kesimpulan
Pada tahun 1960, pemerintah sempat ingin menata jalur kereta api yang ada di Jakarta. Termasuk rencana membangun jalur bypass dari Cakung ke Jakarta Kota via Tanjung Priok. Kemudian mengembangkan Stasiun Cakung sebagai sentral angkutan barang yang dilengkapi Marshailing Yard.
Dalam pola baru ini, perjalanan KA Jarak Jauh akan berhenti di Stasiun Manggarai dan Stasiun Jakarta Kota. Dua stasiun sentral selain Cakung. Untuk ke pusat kota, penumpang bisa pindah moda transportasi ke kereta bawah tanah (subway) yang dinamakan Ekapratala.
Penataan ini juga ada kaitan langsung dengan pembangunan kawasan Monas. Sayangnya krisis ekonomi parah membuat proyek ini nggak berlanjut. Dengan hanya baru melepas LAA dari Gondangdia ke Sawah Besar tahun 1965. Itu juga dipasang lagi dua tahun kemudian.
Namun Ekapratala dalam bentuk subway akhirnya bisa terealisasi sebagai MRT Jakarta (Ratangga) tahun 2019. Sedangkan sebagai angkutan perkotaan punya peran dalam mendukung Kereta Cepat Whoosh. Wujudnya adalah Feeder KCJB dan LRT Jabodebek.
Jadi pola perjalanan Whoosh yang nggak nyampe ke Pusat Kota sebenarnya mengikuti penataan tahun 1960an. Dengan Ekapratala di dalamnya.


Leave a Reply