Belajar dan Nostalgia di Museum Kereta Api Ambarawa

museum kereta api ambarawa belajar dan nostalgia

Museum Kereta Api Ambarawa dibuka nggak lama setelah penonaktifan lintas Yogyakarta-Magelang-Ambarawa. Di sini terdapat koleksi lokomotif uap, diesel, kereta, hingga gerbong barang bersejarah. Sebagai sarana untuk belajar sekaligus nostalgia.

Pendahuluan

Sebelumnya kita telah membahas tentang Stasiun Ambarawa (Willem I) yang berubah fungsi gegara bencana alam yang menyebabkan lintas Yogyakarta-Magelang-Ambarawa menjadi non aktif sejak 1976.

Lintas ini awalnya adalah percabangan dari Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden) yang dibangun oleh NISM. Dimana pada lintas tersebut menggunakan spoor 1.067 mm. Hal ini lantaran di segmen Magelang dilayani oleh Tram.

Sedangkan dari Stasiun Ambarawa juga terdapat percabangan ke Kedungjati via Stasiun Tuntang dengan panorama Danau Rawapening. Bedanya percabangan ini gunakan standard gaunge 1.435 mm. Sehingga Stasiun Ambarawa sebelum kedatangan Jepang adalah terminus (stasiun ujung).

Jalur Kereta Api Yogyakarta – Ambarawa Non Aktif 1976

Nah pada tahun 1976 terjadi bencana banjir lahar Gunung Merapi di Kali Krasak. Jembatan Tempel yang membentang tepat di atasnya mengalami kerusakan parah. Di saat yang sama pun lintas Yogyakarta-Ambarawa terus merugi lantaran kalah saing dengan angkutan jalan raya. Disebabkan pula oleh sarana yang semakin menua.

PJKA waktu itu melihat perbaikan jalur dirasakan nggak terlalu urgen. Apalagi hanya ada dua kereta melintas reguler yakni Borobudur Ekspres dan Taruna Ekspres. Pasca bencana otomatis layanan leduanya pun terhenti karena jalur yang bisa dipakai mentok di Stasiun Tempel.

Di saat yang hampir bersamaan pula Jembatan Serayu Kebasen butuh perbaikan. Lantaran berada di Jalur KA Cirebon Kroya yang merupakan lintas utama, itu lebih diprioritaskan daripada Tempel. Alhasil aktivitas perkeretaapian pun terhenti. Jembatan Tempel dibiarkan mangkrak hingga pada akhirnya Jalur Kereta Api Yogyakarta-Ambarawa non aktif.

Museum Kereta Api Ambarawa Dibuka 1976

Namun meski jalur bersejarah ini ditutup untuk lalulintas kereta api reguler, PJKA masih menyelamatkan sebagian kecil segmen yakni dari Bedono ke Tuntang via Stasiun Ambarawa. Nah di sinilah kemudian dibangun Museum Kereta Api Ambarawa dan mulai dibuka pada tahun 1976. Nggak lama setelah penonaktifan.

Pengalihan Stasiun Ambarawa menjadi museum sendiri tak lepas dari usulan legislatif yang menghendaki agar Indonesia memiliki museum khusus untuk edukasi seputar perkeretaapian. Sekalipun telah ada Museum Transportasi di Taman Mini yang juga mengakomodasi kereta api.

Museum Kereta Api Ambarawa dan Layanan Kereta Wisata

Jalur kereta apinya sendiri tetap dioperasikan terbatas untuk layanan kereta wisata. Sejak itu tersedia wisata kereta uap Ambarawa dengan pilihan rute Ambarawa-Tuntang dan Ambarawa-Bedono. Dimana untuk rute Bedono terdapat sensasi melewati jalur gerigi dari Stasiun Jambu hingga berakhir di Bedono.

Sayangnya waktu itu kereta wisata nggak dijalankan secara reguler. Tapi dengan sistem sewa. Nah seiring berjalannya waktu lokomotif diesel seri D300 dikirim ke Ambarawa untuk dinas membawa kereta wisata. Sejak adanya lokomotif diesel perjalanan kereta wisata menjadi reguler meski hanya di akhir pekan dan hari libur nasional.

Rute kereta wisata reguler dengan loko diesel ialah Ambarawa-Tuntang PP dengan tarif Rp 100.000,00. Sehingga di segmen ini sejatinya ada dua pilihan yakni pakai loko diesel (reguler atau sewa) dan loko uap (sewa saja).

Adapun untuk segmen Bedono hanya tersedia loko uap dan sistem sewa saja. Tentunya tarif lebih mahal daripada Stasiun Tuntang. Karena lewat jalur gerigi loko uap yang disiapkan pun harus dengan spesifikasi khusus jalur gerigi.

Belajar Sejarah di Museum Kereta Api Ambarawa

Layanan kereta wisata sejak awal dibuka tahun 1976 hingga sekarang memang jadi ciri khas dan keunggulan Museum Kereta Api Ambarawa. Sayangnya itu hanya jalan weekend dan hari libur nasional saja. Walaupun begitu museum dibuka untuk umum setiap hari.

Untuk masuk dikenakan biaya Rp 20.000,00. Adapun bila ingin naik kereta wisata di akhir pekan atau libur nasional dikenakan biaya Rp 100.000,00 untuk rute Ambarawa Tuntang PP dengan loko diesel. Jadi kalo ditotal itu Rp 120.000,00

Selain perjalanan kereta wisata, di sini kita bisa belajar banyak tentang sejarah Perkeretaapian Indonesia. Melalui berbagai koleksi benda-benda bersejarah yang terkait dengannya. Apa saja peninggalan sejarah yang ada di sini?

Koleksi Lokomotif Uap, Termasuk CC 50 Penarik Eendaagsche Express

Tentunya koleksi berbagai lokomotif uap yang menjadi bagian dari sejarah perkeretaapian Indonesia. Sebelum masuk era diselisasi, loko uap inilah yang biasanya dinas reguler mengantarkan penumpang dan barang. Di antara beberapa lokomotif uap yang terparkir di emplasemen museum, paling fenomenal adalah CC50.

CC50 dalam sejarahnya memang identik dengan jalur pegunungan. Khususnya di Tanah Priangan. Loko ini sering dinamakan “Mallet” dan terakhir banyak berada di Stasiun Cibatu. Sayangnya CC50 Priangan telah dibesituakan semua. Meskipun begitu yang ada di Ambarawa tetap bagian dari sejarah.

CC50 di sini dulunya adalah lokomotif penarik Eendaagsche Express. Layanan “Kereta Cepat” dari Batavia ke Surabaya via Jalur KA Cirebon Kroya yang baru dibuka pada tahun 1917. Jadi tetap punya nilai sejarah.  

Kereta Magelang dan Madura di Museum Kereta Api Ambarawa.

Kereta-kereta jadul untuk mengangkut penumpang turut dijadikan koleksi museum. Tentu ini diluar kereta CR yang biasa dinas sebagai Kereta Wisata Ambarawa. Salah satunya adalah Kereta Magelang. Nah kereta ini sempat nomaden mulai dari Stasiun Bandung, ex-Stasiun Magelang, sebelum akhirnya ditaruh sebagai koleksi di sini.

Selain kereta Magelang juga ada bekas kereta kayu yang pernah dipakai di Madura. Sekaligus membuktikan bahwa di Madura juga pernah ada aktivitas perkeretaapian di masa lalu. Sekarang masih non-aktif dan banyak wacana untuk reaktivasi.

Gerbong Barang, Penolong, dan Kereta Pustaka

Nggak ketinggalan berbagai koleksi gerbong barang ikut meramaikan museum ini. Termasuk jadi koleksi ialah Gerbong NR atau penolong. Selain itu terdapat Kereta Pustaka yang pernah ada di Stasiun Jakarta Kota dulu. Sejatinya Kereta Pustaka ini memakai gerbong barang yang telah dimodifikasi.

Lokomotif Diesel Pertama di Indonesia

Sebetulnya ini juga menjadi daya tarik Museum Kereta Api Ambarawa. Apalagi kalo bukan Lokomotif Diesel Pertama di Indonesia yakni CC200. Semula berada di Cirebon kemudian dipindahkan ke Ambarawa. Harusnya bisa direpowering dan dinas kereta wisata membantu D300 yang selama ini jadi andalan.

Bangunan Halte di Museum Kereta Api Ambarawa

Nah boleh dibilang ini cukup unik. Berbagai bangunan halte yang dulunya pernah melayani aktivitas penumpang kini ditempatkan di Museum Kereta Api Ambarawa. Dua halte yakni Cicayur dan Cikoya asalnya ada di Lintas Tanah Abang – Merak. Namun karena telah diupgrade jadi stasiun, bangunan halte aslinya dibongkar, lalu dibuat ulang di Ambarawa.

Sama juga dengan beberapa halte yang dulunya pernah ada di Jalur KA Purwosari-Wonogiri. Terutama di Kabupaten Wonogiri. Halte-halte tersebut telah non-aktif seiring berhentinya KA Feeder Wonogiri. Kebetulan KA Batara Kresna sebagai pengganti Feeder itu nggak melayani halte-halte tadi sehingga dibongkar dan dipindahkan ke Ambarawa.

Padahal halte-halte tersebut telah eksis sejak era Kolonial Belanda. Sedangkan Lintas Wonogiri itu sendiri awalnya dibangun oleh NISM. Nah dipindahnya halte-halte tadi ke Ambarawa yang juga peninggalan NISM seolah kembali ke pangkuan induknya.

Ruang Diorama

Sebagaimana museum lainnya, di sini punya ruang diorama. Bahkan ada dua. Pertama di dekat Musholla menyimpan koleksi benda-benda terkait loket. Termasuk tiket edmonson. Sedangkan kedua menyimpan koleksi miniatur dan terdapat ruang audio visual di dalamnya. Posisinya tepat diseberang bangunan ex-Stasiun Ambarawa (Willem II).

Sarana Persinyalan Tua dan Gerbong Mangkrak.

Sebagai bagian dari sejarah perkeretaapian, sarana berupa persinyalan mekanik tua pun ikut jadi pajangan museum Kereta Api Ambarawa. Satu diantaranya ialah sinyal tebeng. Namun siapa sangka di sekitarannya terdapat gerbong mangkrak. Waduh museum ngoleksi gerbong mangkrak? Bisa jadi dijaga dulu sebelum diperbaiki secara bertahap.

Nostalgia di ex-Stasiun Ambarawa (Willem I)

Museum Kereta Api Ambarawa ini dulunya merupakan stasiun kereta api dengan nama Willem I. Seiring berjalannya waktu disebut juga Stasiun Ambarawa. Nah di bangunan utama ini menawarkan sensasi nostalgia. Bukan hanya soal Kereta Wisata, tapi juga nuansa kolonial yang begitu terasa di sini.

Paling jelas ialah keberadaan ruang tunggu dimana pernah terjadi pemisahan antara ruang tunggu orang Eropa dengan Pribumi. Orang Eropa diberi fasilitas ruang tunggu yang mewah di masanya. Bahkan disediakan semacam bar juga. Sedangkan Pribumi hanya menempati ruang terbuka di ujung barat.

Pasca Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 stasiun ini tetap berfungsi sebagaimana mestinya melayani angkutan penumpang dan barang. Dan akhirnya mulai 1976 sampai sekarang berubah fungsi menjadi Museum.

Sensasi nostalgia di Stasiun Ambarawa (Willem I) yakni ketika masih berfungsi sebagaimana mestinya sebagai stasiun. Baik di era kolonial maupun setelah Indonesia merdeka. Sampai dinonaktifkan akibat bencana yang menimpa Jembatan Tempel dan kompetisi dengan angkutan jalan raya.

Kesimpulan

Museum Kereta Api Ambarawa mulai dibuka pada tahun 1976 di bangunan ex-Stasiun Ambarawa (Willem I). Dimana Kereta Wisata Ambarawa menjadi andalannya. Harga tiketnya Rp 20.000,00. Tapi kalo mau naik kereta wisata reguler ditarik loko diesel dikenakan biaya lagi Rp 100.000,00 untuk rute Ambarawa-Tuntang PP.

Selain kereta wisata, di sini kita bisa banyak belajar tentang sejarah perkeretaapian Indonesia. Melalui koleksi berbagai sarana yang pernah berjaya di masanya. Termasuk dua lokomotif fenomenal yakni CC50 (uap) dan CC200 (diesel). Tersedia ruang diorama untuk koleksi benda seperti tiket Edmonson hingga miniatur kereta dan dilengkapi audio visual.

Di sini juga bisa nostalgia. Terutama pada bangunan utama yang sebelumnya berfungsi sebagai Stasiun Ambarawa (Willem II). Nuansa kolonial sangat terasa di sini. Apalagi keberadaan dua ruang tunggu yang dulunya diperuntukkan bagi orang Eropa dan Pribumi.

Galeri Foto

Masih Lanjut?

InSyaaAlloh pembahasan masih lanjut dengan menjelaskan beberapa koleksi benda bersejarah yang ada di Museum Kereta Api Ambarawa. Juga profil dan perjalanan naik kereta wisata tujuan Stasiun Tuntang. Stay Tune Ya

Comments

Leave a Reply