Siksaan Gerbong Maut Semakin Parah di Stasiun Jember

Siksaan Gerbong Maut Semakin Parah di Stasiun Jember

Kereta yang membawa Gerbong Maut Bondowoso berhenti lagi di Stasiun Jember. Siapa sangka durasi berhenti yang lama membuat siksaan yang diderita para tahanan di dalamnya jadi semakin parah. Mereka mulai menggedor-gedor dinding gerbong. Bahkan di sini udah mulai jatuh korban. 

Pendahuluan

Stasiun utama yang jadi pintu masuk Kabupaten Jember ini ternyata menyimpan kisah pilu. Bukan PLH sih tapi bagian dari sejarah kelam Tragedi Gerbong Maut Bondowoso tahun 1947.

Di stasiun inilah kondisi tahanan para pejuang dan warga sipil semakin parah. Kereta itu berhenti lama dan langsung kena sinar matahari. Kebayang kaya gimana itu. 

Seri ke-4 dari Gerbong Maut Bondowoso

Gambaran kondisi tahanan di Stasiun Jember Ini adalah seri ke-4 dari Tragedi Gerbong Maut Bondowoso yang terjadi pada tanggal 27 November 1947. Sebuah bukti kekejaman Belanda hanya untuk mewujudkan ambisinya tetap berkuasa meski Indonesia telah merdeka. Seperti apakah kondisi mereka? 

Sekilas Tentang Stasiun Jember

Sebelum membahas lebih lanjut tentang Tragedi Gerbong Maut Bondowoso, lebih dulu kita kenalan sama Stasiun terbesar dan pintu masuk utama Kabupaten Jember ini.

Seperti halnya Stasiun Kalisat, ini merupakan bagian dari Lintas Probolinggo-Panarukan yang mulai beroperasi pada tahun 1897. Salah satu stasiun besar di Tapal Kuda. 

Berbeda dengan Kalisat, di sini nggak ada percabangan. Meskipun begitu, stasiun ini punya fasilitas lengkap. Salah satunya adalah Dipo Lokomotif yang masih beroperasi sampai sekarang. Semua kereta tujuan Banyuwangi berhenti di sini. 

Stasiun Jember dan Tragedi Gerbong Maut Bondowoso

Adakah keterkaitan stasiun ini dengan kisah pilu pada masa Perang Kemerdekaan itu? Jelas ada, secara stasiun ini jadi persinggahan kereta yang digunakan oleh NICA untuk mengangkut para tahanan dari kalangan pejuang dan warga sipil menuju Penjara Bubutan Surabaya.

Seperti udah dijelasin sebelumnya, pengangkutan pertama dan kedua nggak ada masalah. Lantaran menggunakan kereta penumpang. 

Masalah baru muncul di tahap ketiga, karena rangkaian kereta yang digunakan ternyata untuk angkutan barang. Satu rangkaian terdiri dari tiga buah gerbong untuk mengangkut 100 orang tahanan.

Dari sini aja udah kelihatan banget kejamnya. Secara gerbong barang itu nggak ada ventilasi dan oksigen di dalamnya.  

Kekhawatiran Pihak Belanda

Kenapa harus pake gerbong barang yang ketutup rapat? Pihak Belanda beralasan bahwa mereka khawatir akan ada penghadangan di perjalanan. Apalagi di masa-masa itu para pejuang tetap melancarkan perlawanan secara gerilya.

Gencarnya perang gerilya ini membuat Belanda jadi paranoid. Makanya nggak mau sampai ketahuan, jadi pake gerbong tertutup. Meskipun jelas pilihan ini sama sekali nggak manusiawi.

Belum ada Masalah antara Bondowoso dan Kalisat

Singkat cerita para tahanan yang berjumlah 100 orang digiring ke Stasiun Bondowoso. Kemudian dinaikkan ke dalam tiga buah gerbong barang. Semuanya dibagi rata.

Gerbong paling belakang (nomor tiga) mengangkut tahanan lebih banyak karena space lebih luas dan merupakan gerbong baru. Namun justru gerbong inilah yang paling sadis. 

Kereta berangkat dari Stasiun Bondowoso jam 07.00 pagi. Singgah lebih dulu di Stasiun Kalisat untuk persilangan. Namun di sini petaka mulai terjadi. Para tahanan mulai mengeluhkan kepanasan.

Terlebih posisi berhentinya nggak kebagian kanopi. Langusng kesorot sinar matahari. Setelah itu kereta melanjutkan perjalanan. 

Secara umum fase pertama belum ada masalah. Meski para tahanan mulai merasa kepanasan dan teriak minta air minum, tapi diacuhkan serdadu Belanda-nya. 

Sepetak Tapi Mematikan

Para tahanan terus menggedor-gedor gerbong barang sepanjang perjalanan dari Kalisat menuju Stasiun Jember sebagai persinggahan kedua. Namun gedoran itu diabaikan oleh serdadu Belanda yang mengawal. Diketahui telah ada 6 orang yang gugur sejak dari Stasiun Kalisat. Perjalanan sepetak ini ternyata mematikan. 

Di Stasiun Jember Kondisi Makin Ngenes

Kereta tiba di Stasiun Jember dan berhenti selama 3 jam. Lagi-lagi dibawah terik matahari dan semakin siang. Bisa dibayangin gimana tuh. Gerbong yang terbuat dari besi seketika berubah seolah menjadi oven panas. Para tahanan juga lapar dan haus. Nggak ada dikasih apapun sama serdadu Belanda. 

Sekalinya dijawab malah dibalas sumpah serapah. Misalnya, “Biar mampus sekalian kau ekstrimis an***g!” Jelas banget mereka lebih memilih para tahanan sekalian meregang nyawa daripada tetap hidup. 

Dalam kondisi tersiksa dibawah terik matahari, ada yang sampai meminum air kencingnya sendiri atau menjilat biji buah mangga yang dibawa salah satu tanahan. Di sini terlihat sekali bahwa para tahanan semakin ngenes. Apalagi di Stasiun Jember tahanan yang gugur tambah lagi jadi 12 oramg. 

Setelah 3 jam lamanya, kereta akhirnya berangkat lagi. Seperti apakah kondisi para tahanan setelah berangkat lagi dari Jember? Tunggu pembahasan selanjutnya ya!

Di Sini Kondisi Tahanan Gerbong Maut Semakin Ngenes

Kesimpulan

Dari sini bisa kita simpulkan bahwa kondisi tahanan para pejuang dalam Gerbong Maut Bondowoso semakin ngenes di Stasiun Jember. Siksaan Gerbong maut bertambah parah.

Selain terjemur dibawah terik matahari selama 3 jam dan merasakan sensasi bagai dipanggang dalam oven panas, sekedar bertahan hidup pun sampai minum air kencing sendiri atau jilat biji buah mangga. Tahanan yang gugur pun bertambah jadi 12 orang. 

Lanjut Stasiun Probolinggo

Pembahasan tentang sejarah Gerbong Maut Bondowoso akan lanjut lagi ke Stasiun Probolinggo. Gimana kondisi tahanan setibanya di Kota Mangga itu? InSyaaAlloh akan dibahas di situ. Tunggu ya!

Comments

Leave a Reply