Stasiun Lebakjero berada tepat di tengah-tengah lembah Mandalawangi. Posisinya yang terpencil membuatnya tanpa layanan kereta api terlebih penumpang. Jadi buat apa dong ya?
Prologue
Bagi kamu yang sering naik kereta api di lintas Priangan Timur pastilah udah sangat familiar dengan keberadaan sebuah stasiun kecil di pedalaman Lembah Mandalawangi.
Dari segi letak boleh aja terpencil. Namun nggak jarang muncul dalam konten foto maupun video. Pemandangan kereta menikung di situ sering dijadikan objek fotografi dan video. Meski untuk ke sana bukanlah perkara mudah.
Di sini udah nggak lagi melayani perjalanan kereta api penumpang. Padahal ini juga merupakan bagian dari sejarah. Stasiun apakah itu? Kenapa nggak ada lagi layanan penumpang? Lantas buat apa ya?
Stasiun Lebakjero Bagian dari Jalur Cicalengka – Garut
Tempat yang dimaksud ialah Stasiun Lebakjero. Cukup ikonik memang lantaran banyak dijadikan sebagai spot fotografi. Stasiun ini juga merupakan bagian dari sejarah perkeretaapian Indonesia khususnya di bumi Priangan.
Keberadaannya merupakan bagian dari Jalur kereta Api Cicalengka Garut yang dibangun mulai tahun 1887 hingga 1889. Kelanjutan dari Segmen Buitenzorg-Cicalengka yang telah beroperasi sejak September 1884.
Di awal berdirinya hanyalah berupa Halte Lebakjero. Entah apa tujuannya pihak Kolonial Belanda, Staatspoorwegen (SS), membangun halte di daerah terpencil seperti pedalaman Lembah Mandalawangi. Terlebih untuk layanan penumpang.
Lebih Banyak Untuk Persinyalan
Namun boleh jadi Stasiun Lebakjero dibangun lebih kepada kepentingan teknis persinyalan kereta api ketimbang layanan penumpang. Apalagi kalo dilihat juga peronnya pendek. Kurang efisien untuk naik turun penumpang.
Pastinya bakal ada yang nggak kebagian peron. Stasiun atau Halte difungsikan sebagai “rumah sinyal” memang bukan barang baru. Bahkan ada kok yang dibangun di tengah kota semisal Stasiun Andir di Kota Bandung.
Apalagi di Lembah Mandalawangi ini juga masuk jalur pegunungan. Di Lebakjero jalurnya membelok dan dibuat bercabang dua. Bisa jadi juga tujuan awalnya untuk kepentingan persilangan atau persusulan antar kereta.
Stasiun Lebakjero Pernah Layani Penumpang
Stasiun Lebakjero sempat digunakan untuk layanan penumpang. Khususnya KA Elok Cibatu (kini KA Lokal Garut Cibatuan). Namun sekitar tahun 2015 udah nggak lagi melayani naik turun penumpang lokal di sana.
Kurang jelas juga alasannya apa. Tetapi bisa jadi juga gegara nggak banyak penumpang naik dari sana. Sehingga efeknya ke pendapatan stasiun itu sendiri. Sementara untuk layanan penumpang biaya yang diperlukan juga nggak sedikit.
Karena itu jadilah layanan penumpang ditiadakan dan beralih fungsi lebih untuk pengaturan sinyal dan kepentingan teknis perjalanan kereta api saja. Meski nggak ada layana penumpang tetap ada petugasnya.
Susul dan Silang Secara Insidentil
Stasiun Lebakjero juga digunakan untuk keperluan persilangan dan persusulan antar kereta api. Meski secara insidentil dan nggak reguler. Hal itu biasanya terjadi karena sejumlah faktor.
Misalnya ada keterlambatan perjalanan kereta api. Bisa juga karena adanya perjalanan Kereta Luar Biasa (KLB) kedinasan yang membuat rangkaian kereta lain terlebih lokal harus mengalah.
Intinya stasiun ini punya dua jalur dan bisa digunakan sebagai lokasi persilangan dan persusulan antar kereta api. Walaupun itu tadi, nggak secara reguler. Kalo reguler mungkin bisa aja layanan penumpangnya aktif lagi.
Kesimpulan
Stasiun Lebakjero walaupun kecil dan lebih dianggap halte ternyata punya sejarah panjang. Jadi bagian dari jalur kereta api legendaris Cicalengka – Garut (1887-1889). Dulu pernah ada layanan penumpang tapi kemudian ditiadakan.
Ditiadakannya itu boleh jadi karena nggak banyak yang naik dari situ. Sehingga efeknya juga ke pendapatan. Sementara biaya operasional mesti jalan terus. Maka jadilah kini lebih difungsikan untuk keperluan teknis perjalanan kereta api.
Disamping itu juga difungsikan untuk kepentingan persilangan dan persusulan antar kereta api. Walaupun ini juga nggak reguler. Misalnya kalo ada keterlambatan atau ada rangkaian Kereta Luar Biasa (KLB) kedinasan lewat.
Leave a Reply