Kenapa KRL Surabaya Malang Sulit Terwujud? (Lintasan Ekstrem)

·

kenapa krl surabaya malang sulit terwujud (lintasan ekstrem)

Kenapa KRL Surabaya Malang sulit terwujud? Padahal cukup banyak komuter dari Malang yang beraktivitas di Surabaya? Alasan paling mendasar adalah keberadaan lintasan ekstrem. Khususnya di segmen Bangil-Lawang ditambah Jembatan Kali Mewek sebelum masuk Stasiun Blimbing.

Pendahuluan

Sukses KRL Joglo yang menghubungkan Stasiun Tugu Jogja dengan Stasiun Palur di Kabupaten Karanganyar membuat tak sedikit yang berangan agar KRL juga bisa beroperasi di wilayah Daop 8 Surabaya yang juga banyak komuternya. Selama ini kereta komuter di sana masih mengandalkan armada Kereta Rel Diesel (KRD) maupun kereta konvensional yang ditarik lokomotif.

Terutama di koridor Surabaya Malang. Banyak warga Malang yang bekerja di Surabaya. Sehingga membutuhkan moda transportasi yang bisa menunjang aktivitas hariannya. Memang saat ini telah ada Commuter Line Dhoho maupun Commuter Line Penataran. Namun sekali lagi itu masih menggunakan kereta konvensioal.

Keberadaan KRL Joglo tentu membuat banyak komuter di koridor tersebut yang menginginkan agar KRL beroperasi di sana. Sayangnya keinginan tersebut nampaknya sulit untuk diwujudkan. Mengapa demikian?

KRL Surabaya Malang : Lintasan Pegunungan

Berbeda dengan Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden) antara Jogja dan Solo. Jalur Kereta Api Surabaya Malang itu merupakan lintasan pegunungan. Khususnya pada koridor antara Stasiun Bangil dan Stasun Malang. Sedangkan sarana KRL yang kebanyakan ada sekarang hanya bisa beroperasi di lintasan datar. Bukan lintas pegunungan.

KRL Surabaya Malang : Lumpur Lapindo Hingga Jalur Ekstrem

Kendala lainnya dan ini jadi kendala utama ialah Luapan Lumpur Lapindo dan keberadaan jalur ekstrem di segmen Bangil Lawang dan jembatan Kali Mewek dekat Riverside yang juga cukup ekstrem menjelang Stasiun Blimbing. Terutama bila ingin membangun double track untuk menunjang operasional KRL.

Luapan lumpur Lapindo yang terjadi sejak tahun 2006 menjadi ancaman laten bagi jalur kereta api dari Surabaya ke Malang hingga Banyuwangi. Sempat beberapa kali luapan lumpur menggenangi rel kereta api. Meski kini telah ada tanggul yang cukup tinggi, luapan lumpur masih tetap menjadi ancaman. Di sekitaran luapan lumpur tentu mustahil membangun double track.

Lintasan ekstrem dari Stasiun Bangil menuju Stasiun Lawang memang hanya sekitar 32 km. Namun beda ketinggian antara kedua stasiun sangat ekstrem. Stasiun Bangil di Kabupaten Pasuruan berada di 9 mdpl. Sementara itu Stasiun Lawang yang diapit Gunung Arjuna dan Bromo ketinggiannya 491 mdpl dan jadi yang tertinggi di Kabupaten Malang.

Selain di segmen itu, masih ada jembatan Kali Mewek di dekat Riverside yang cukup ekstrem. Jembatan ini terletak di antara Stasiun Singasari dan Stasiun Blimbing. Bahkan disebut-sebut mirip mini roller coaster. Sebagai contoh, kecepatan Kereta Api Jayabaya yang drop ke 40 km/jam di lintasan ini.

Kegagalan Ujicoba dan Tetap Kereta Konvensional

Dalam sejarahnya jalur kereta Surabaya Malang ini sempat diujicoba dengan sarana KRD baik MCW 302 maupun buatan PT. INKA Madiun. Namun ujicobanya gagal karena lintasan yang terlalu ekstrem. Sehingga pengoperasian kereta konvensional tetap menjadi pilihan bijak. Itupun dengan ketentuan yang terkait dengan aspek teknis seperti harus dengan Stamformasi 8-10 kereta (SF8-10).

KRL Surabaya Malang : Mentok di Bangil

Elektrifikasi jalur kereta api di wilayah Surabaya Raya terutama koridor Selatan sebetulnya bisa diwujudkan. Kementerian Perhubungan melalui DJKA telah mempersiapkan jalur baru untuk mengantisipasi luapan lumpur Lapindo yakni relokasi segmen Sidoarjo-Gununggangsir via Tulangan.

Rencananya jalur baru itu akan menggunakan double track. Nah disinilah opsi elektrifikasi koridor selatan mungkin bisa diwujudkan. Dan kalopun bisa KRL Surabaya Malang mungkin akan mentok sampai di Stasiun Bangil. Karena akan sulit mengoperasikan KRL Surabaya Malang terlebih dengan sarana yang ada sekarang di lintasan pegunungan ekstrem.

Kesimpulan

KRL Surabaya Malang sulit diwujudkan karena faktor lintasan pegunungan ekstrem di segmen Bangil Lawang dan Jembatan Kali Mewek. Disamping luapan lumpur Lapindo yang terus mengancam sejak 2006. Kalopun bisa diwujudkan itu hanya bisa lewat jalur relokasi Sidoarjo-Gununggangsir via Tulangan dan mentok di Stasiun Bangil.

Comments

Leave a Reply