Siapa sangka Stasiun Karawang ternyata menyimpan cerita kelam. Bukan gegara PLH dan sejenisnya. Melainkan pada proses pembangunannya dulu di era kolonial. Stasiun ini dibangun oleh operator swasta BOS, namun hanya untuk diserahkan ke Staats Spoorwegen (SS).
Pendahuluan
Berawal dari ambisi BOS untuk menghubungkan Batavia dan Karawang lewat jaringan rel kereta api. Perusahaan swasta ini menangkap peluang dari potensi ekonomi Karawang sebagai lumbung beras. Dengan kereta api akan memudahkan dan mempercepat pengangkutan hasil bumi tersebut ke Batavia.
Karena itu setelah Bekasi, jalur kereta api yang ada dilanjutkan ke Cikarang. Nggak cukup nyampe di situ, BOS melanjutkan lagi sampai ke ujung Timur Bekasi sekaligus membangun Stasiun Kedunggedeh yang berada tepat di dekat Sungai Citarum.
Biasanya hasil bumi itu diangkut pakai perahu lewat Sungai Citarum. Kemudian dipindahkan ke kereta api di Stasiun Kedunggedeh. Namun sekali lagi itu belum cukup buat BOS. Karena kereta api belum nyampe ke jantung nya Karawang.
Kesulitan Ekonomi BOS
Sayang untuk memenuhi ambisinya itu ternyata nggak mudah. BOS dalam kondisi kesulitan keuangan. Ini jadi kendala untuk melanjutkan jalur kereta api dari Stasiun Kedunggedeh sampai ke Pusat Kota Karawang. Menyeberangi Sungai Citarum.
Tentu saja membangun jembatan di atas Sungai Citarum yang cukup lebar memerlukan biaya besar. Sementara pendapatan dari operasional kereta api reguler ternyata nggak cukup.
Bantuan Pemerintah Tapi Dengan Syarat
Nggak ada pilihan buat BOS selain meminta bantuan dari Pemerintah Kolonial Belanda. Bantuan itu memang akhirnya cair. Tapi dengan syarat ketika jalur kereta api selesai dibangun maka harus diserahkan kepada pemerintah kolonial lewat Staats Spoorwegen (SS). BOS setuju dan pembangunan pun lanjut.
Stasiun Karawang : Beroperasi 1898 dan Dibuka Lagi 1930
Jalur kereta api dari Stasiun Kedunggedeh ke Karawang akhirnya selesai pada 20 Maret 1898. Pada tahun yang sama pula, Stasiun Karawang selesai dibangun dan mulai beroperasi.
Namun sesuai perjanjian awal, BOS wajib menyerahkan seluruh lintasan beserta fasilitasnya kepada SS. Penyerahan itupun terjadi pada tanggal 4 Agustus 1898.
Setelah jadi punya SS, stasiun ini terus berkembang. SS memperluas jaringan kereta api dengan membangun jalur pintas Karawang Padalarang. Bukan hanya itu, SS juga membangun jaringan rel di dalam kota dalam bentuk Trem Karawang.
Beroperasi Seumur Jagung Dibawah BOS
Terhitung sejak saat itu SS menguasai semua Jalur Kereta Api dari Batavia Zuid1 ke Karawang. Berikut stasiun, pemberhentian, dan semua fasilitas.
Bagi stasiun Karawang sendiri, ini sama aja dibangun oleh BOS hanya untuk diserahkan kepada SS. Karena nggak bisa berlama-lama dan hanya beroperasi seumur jagung dibawah BOS.
Anggap aja beroperasi nggak lama setelah pembangunan kelar tanggal 20 Maret 1989, lantas diserahkan ke SS tanggal 4 Agustus 1898.

Dari Stasiun Karawang ke Priangan
SS memang telah menguasai semuanya, namun semua nggak berakhir di situ. SS memperluas jaringan kereta api untuk membangun semacam jalur pintas menuju Priangan. Tujuannya untuk mempercepat waktu tempuh Batavia ke Surabaya yang waktu itu masih lewat Priangan.
Jalur Kereta Bogor Bandung eksiting ternyata belum cukup dan nggak efisien. Pasalnya penumpang masih harus lebih dulu naik kereta NISM ke Buitenzorg (Stasiun Bogor). Kemudian lanjut dengan Kereta SS. Waktu tempuh Batavia ke Bandung sendiri udah makan waktu 9 jam. Nah inilah yang coba diatasi oleh SS.
Pada tahun 1902, pembangunan jalur pintas itu dimulai. Dari Stasiun Karawang, lanjut ke Cikampek. Kemudian Purwakarta sampai ke Padalarang dan bertemu jalur eksisting di Cihaliwung. Jalur pintas itu selesai dan beroperasi tahun 1906.
Di sini Stasiun Karawang punya peran strategis. Dengan menjadi semacam kantor proyek untuk pembangunan Jalur Karawang Padalarang yang akan memotong waktu tempuh.
Jalur Trem Karawang
Bukan cuma memperluas jaringan rel kereta api sampai ke Padalarang, Staats Spoorwegen (SS) membangun jaringan kereta api di dalam kota Karawang. Hal ini nggak lepas dari potensi ekonomi Karawang sebagai lumbung beras.
Apa yang dicita-citakan BOS ternyata dilanjutkan oleh SS. Namun pembangunan rel di dalam kota ini menggunakan gaunge 600 mm untuk kereta mini. Karena biayanya lebih murah. Inilah yang kemudian menjadi jalur trem Karawang.
SS membangun 4 jalur trem, masing-masing Jalur Cikampek Cilamaya (1 Juli 1909), Cikampek Wadas (15 Juli 1912), Karawang Rengasdengklok (15 Juni 1919), dan Karawang Wadas (9 Februari 1920).
Pembangunan Kembali oleh SS
Sekali lagi SS nggak puas hanya dengan membangun jalur pintas menuju Padalarang. SS kemudian membangun jalur pintas kedua dari Cikampek menuju Kroya yang dibagi dalam dua segmen yakni Jalur KA Cikampek Cirebon dan Jalur KA Cirebon Kroya.
Pembangunan jalur pintas kedua tersebut mulai tahun 1912 dan beroperasi 1917. Otomatis perjalanan Batavia ke Surabaya jadi makin singkat lagi. Di sini SS melihat Stasiun Karawang peninggalan BOS harus dibangun ulang. Belum lagi Stasiun ini juga menjadi titik sentral Jalur Trem Karawang.
Bangunan baru mulai beroperasi pada 28 Oktober 1930. Inilah bangunan stasiun yang ada sekarang. Dilengkapi dengan fasilitas Dipo Lokomotif. 9 tahun kemudian Staats Spoorwegen (SS) mengoperasikan Eendaagsche Express rute Batavia Surabaya dengan durasi 11,5 jam.
Stasiun inipun menjadi persinggahan rangkaian kereta api antar kota di pulau Jawa. Disamping itu juga melayani angkutan hasil bumi, khususnya beras.

Stasiun Karawang Layani Commuter Line dan KA Jarak Jauh
Pasca kemerdekaan Indonesia, stasiun ini masih aktif dan melayani angkutan penumpang. Namun sayang karena merugi Jalur Trem Karawang ditutup total pada awal dekade 1980-an.
Adapun kereta yang dilayani di sini kebanyakan adalah kereta ekonomi dan lokal. Termasuk layanan KRD Cikampek dan Purwakarta.
Memasuki era PT. KAI, stasiun ini mulai melayani perjalanan KA Jarak Jauh komersial. Disamping layanan kereta komuter juga masih tetap berlanjut.
Saat ini Stasiun Karawang melayani perjalanan kereta Commuter Line dan KA Jarak Jauh. Sama dengan Stasiun Kedunggedeh, di sini merupakan persinggahan Commuter Line Walahar dan Jatiluhur. Terdapat sekitar 18 perjalanan KA Jarak Jauh di stasiun yang dulu dibangun BOS tapi hanya untuk diserahkan ke SS ini.
Kesimpulan
Stasiun Karawang selesai dibangun tanggal 20 Maret 1898 bersamaan dengan jalur kereta api dari Stasiun Kedunggedeh yang menyeberangi Sungai Citarum.
Namun karena BOS mengalami kesulitan keuangan pada saat pembangunan, perusahaan itu meminta bantuan pemerintah Kolonial Belanda dengan syarat setelah selesai diserahkan ke Staats Spoorwegen (SS).
Penyerahan itu terjadi tanggal 4 Agustus 1898. Sehingga boleh dibilang stasiun ini dibangun oleh BOS tapi hanya untuk diserahkan ke SS.
Setelah itu, SS memperluas jaringan kereta api dengan membangun jalur pintas ke Padalarang (1902-1906) dan Jalur Trem Karawang (1909-1920). Stasiun ini kemudian dibangun ulang dan beroperasi kembali pada 28 Oktober 1930.
Pasca kemerdekaan stasiun ini melayani perjalanan Commuter Line Walahar dan Jatiluhur, serta sekitar 18 perjalanan KA Jarak Jauh. Jalur Trem Karawang sendiri telah tutup total sejak 1981 karena mengalami kerugian.
- Selain perluasan jaringan lewat jalur pintas ke Padalarang, SS juga membangun jalur dalam kota Batavia. Setelah mengakuisisi Jalur Batavia Buitenzorg dari NISM, SS menata ulang jaringan yang ada. Menutup Batavia Zuid dan Stasiun Batavia Noord, untuk kemudian membangun stasiun baru yakni Batavia Benedenstaad yang kini dikenal sebagai Stasiun Jakarta Kota. ↩︎


Leave a Reply