Dalam sejarahnya Lokomotif C17 pernah dinas di Solo Raya termasuk Jalur Kereta Purwosari Wonogiri yang kini dilayani KA Batara Kresna. Sekarang jadi koleksi Museum Kereta Api Ambarawa.
Pendahuluan
Siapa sangka ternyata ada dua lokomotif uap yang pernah dioperasikan oleh NISM di Solo Raya. Khususnya percabangan dari Stasiun Purwosari menuju Boyolali dan Wonogiri. Bahkan hingga Baturetno. Hampir semua telah non aktif. Tinggal sisakan Jalur Wonogiri dengan keunikannya.
Jalur Kereta dan Trem Solo Raya
Sebelum lanjut kita flashback dulu tentang jalur kereta dan tram di wilayah Solo Raya. Di era Kolonial Belanda, wilayah Aglomerasi tersebut telah memiliki jaringan rel kereta api yang cukup luas.
Stasiun Purwosari boleh jadi merupakan titik sentral layanan kereta yang dioperasikan perusahaan swasta NISM. Dari sini terdapat dua percabangan yakni arah utara Boyolali dan Selatan ke Stasiun Wonogiri hingga Baturetno.
Di dalam kota sendiri asalnya udah ada layanan Tram dengan rute Purwosari – Stasiun Solo Jebres via Benteng Vastenberg dan Pasar Gedhe. Jalur Trem Solo Raya asalnya dioperasikan SoTM (de Soloche Tramweg Maatschappij).
Jalur Tram Solo Raya ini cukup unik karena keretanya ditarik oleh kuda. Namun semua berubah ketika NISM mengakuisisi SoTM. 1 Januari 1911. Terjadi banyak penataan mulai penggantian ke lokomotif uap, menutup lintas Solo Jebres, dan membangun Jalur Wonogiri.
Lokomotif C17 Dampingi C23 dan C18
Awalnya NISM menempatkan Lokomotif Uap C23 dan C18 untuk dinas di bekas jalur Trem Solo Raya. Khususnya melayani segmen Boyolali yang juga memiliki percabangan ke Pabrik Gula Colomadu.
Dirasakan kurang apalagi dengan beroperasinya Jalur Wonogiri yang diperpanjang hingga Baturetno, NISM mendatangkan Lokomotif C17 sebanyak 5 unit untuk mendampingi dan mendukung operasional Lokomotif Uap C23 dan C18. Khususnya melayani jalur kereta api di wilayah Solo Raya.
Awalnya di Jalur Kereta Jogja Ambarawa
NISM mendatangkan lokomotif ini sebanyak 5 unit dari Pabrikan Hartmann Jerman pada periode 1899-1902. Awalnya lokomotif ini dialokasikan untuk melayani jalur kereta Jogja Ambarawa. Khususnya di segmen Magelang-Secang.
Pengoperasian di Solo Raya
Namun pada 1914 NISM memindahkan lokomotif ini untuk beroperasi di Solo Raya. Bersamaan dengan terbentuknya lintas kereta api dalam kota di Surakarta. Secara 3 tahun sebelumnya NISM mengakuisisi SoTM yang mengoperasikan Jalur Trem Solo Raya dan melakukan sejumlah penataan.
Lokomotif C17 di Jalur Purwosari Boyolali
Awalnya NISM menempatkan lokomotif ini untuk melayani jalur kereta api Purwosari Boyolali peninggalan SoTM yang telah diakuisisi pada 1 Januari 1911. Sebelumnya jalur ini dilewati oleh Trem Kuda.
NISM sebetulnya telah mendatangkan satu unit Lokomotif Uap C23 dan C18 untuk beroperasi di sini sejak 1908. Karena dirasakan kurang dengan hanya punya dua unit untuk gantikan tenaga kuda, Lokomotif C17 yang merupakan mutasi dari Magelang didinaskan di sini.
Lokomotif C17 di Jalur Wonogiri
NISM mengoperasikan jalur kereta api dari Stasiun Solo Kota ke Stasiun Wonogiri tanggal 1 April 1922. Setahun kemudian giliran segmen Wonogiri-Baturetno tanggal 1 Oktober 1923.
Beroperasinya percabangan baru tentu membutuhkan sarana. Sehingga disinilah kemudian Lokomotif C17 mulai dinas di jalur yang sekarang dilayani KA Batara Kresna.
Nggak cukup sampe Stasiun Wonogiri, lokomotif ini juga turut melayani segmen Baturetno. Nah dengan demikian bersama C23 dan C18 yang telah ada sejak 1908 menjadi penguasa aglomerasi Solo Raya.
Lokomotif C17 Mbahnya Batara Kresna
Pengoperasian di Jalur Wonogiri menjadikan lokomotif ini Mbahnya Batara Kresna. Kenapa begitu? KA Batara Kresna sekarang beroperasi reguler di rute Purwosari Wonogri. Walaupun kereta perintis ini nggak sampe Baturetno karena udah ditutup sejak 1978 terdampak Bendungan Gajah Mungkur.
Reunian di Museum Kereta Api Ambarawa
Lintas Solo Raya yang dilewati Lokomotif C17 mengalami banyak dinamika sejak Kemerdekaan Indonesia. Terutama di awal dekade 1970-an. Segmen Boyolali bersama sejumlah percabangan ke Pabrik Gula ditutup gegara merugi akibat persaingan dengan angkutan jalan raya.
Tanggal 1 Mei 1978 giliran Wonogiri-Baturetno yang mengalami nasib serupa. Meski masih ramai penumpang, mau nggak mau harus ditutup sebagai dampak pembangunan Bendungan Gajah Mungkur. Sehingga tinggal sisakan segmen menuju Stasiun Wonogiri.
Lantas gimana dengan lokomotif uapnya? Dekade 1970-an juga mulai banyak konversi ke lokomotif diesel. Dari 5 unit yang didatangkan NISM, hanya sisakan satu unit yakni C1704.
Bersama C23 dan C18, Lokomotif C17 dipindahkan Museum Kereta Api Ambarawa yang mulai dibuka 1976. Jadi boleh dibilang reunian di sana. Namun kini hanya tertinggal C17 dan C18 saja setelah Lokomotif Uap C23 dijadikan monumen di Museum Lawang Sewu Kota Semarang.
Kesimpulan
Sebanyak 5 unit Lokomotif C17 didatangkan NISM dari Hartman Jerman 1899-1902 untuk dinas Jalur Kereta Jogja Ambarawa (Segmen Magelang). Namun pada 1914 dimutasi ke lintas Purwosari Boyolali untuk menemani C23 dan C18 yang telah ada di sana sejak 1908.
Dalam perjalanannya lokomotif ini juga dinas di jalur Wonogiri dan pernah nyampe ke Baturetno. Di sinilah bisa dibilang Mbahnya Batara Kresna karena beroperasi di jalur yang sama.
Berbagai dinamika yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia membuat lokomotif ini tinggal menyisakan satu unit yakni C1704 dan berakhir di Museum Kereta Api Ambarawa.
Leave a Reply