Pernah ngalamin jalan kaki jauh dari terminal ke Stasiun atau sebaliknya? Nah di Stasiun Klaten harusnya nggak terjadi kaya gitu. Andai terhubung langsung ke Terminal Bus Ir. Sukarno yang ada di belakangnya percis. Memang udah seharusnya jadi Transit Oriented Development (TOD)
Pendahuluan
Klaten merupakan bagian dari Aglomerasi Solo Raya. Meski di satu sisi warganya malah justru lebih dekat ke Jogja. Klaten punya banyak destinasi wisata, terutama wisata alam. Dari wilayah ini juga bisa mendaki Gunung Merapi jika dalam kondisi baik dan terbuka untuk kegiatan pendakian.
Sebagai salah satu destinasi wisata di Vortenslanden, kota ini punya pintu masuk utama yang sejatinya bisa terhubung satu sama lain. Apalagi posisinya dekat banget bila dibanding dengan dua kota tetangganya.
Ambil contoh Surakarta, memang sih dari Terminal Bus Tirtonadi ke Stasiun Solo Balapan udah ada skybridge. Tapi jaraknya jauh banget. Nggak sedikit yang malah lebih memilih naik Bus Batik Solo Trans (BST) ketimbang langsung naik skybridge. Kondisinya juga timpang banget antara sisi terminal dan stasiun.
Sementara di Jogja, dua titik masuk utama yakni Stasiun Tugu Jogja dan Lempuyangan malah nggak punya konektivitas sama terminal bus. Karena posisi terminal itu jauh banget. Paling juga cuma mengakomodasi Halte BRT Trans Jogja.
Stasiun Klaten Sebagai Pintu Masuk Utama
Klaten yang punya sejumlah destinasi wisata hype memiliki stasiun kelas satu sebagai pintu masuk utama. Stasiun ini banyak disinggahi KA Jarak Jauh. Hanya kereta argo dan eksekutif unggulan yang melintas langsung. KRL Commuter Line Joglo juga berhenti di sini.

Bagian Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden)
Stasiun ini sebetulnya punya sejarah panjang. Sebagai bagian dari Vortenslanden, Kabupaten Klaten jadi bagian dari perluasan jaringan kereta api NISM dari Surakarta ke Yogyakarta.
Pada tahun 1872, NISM mulai mengoperasikan jalur kereta api dari Stasiun Solo Balapan ke Stasiun Lempuyangan. Dimana Klaten menjadi salah satu stasiun pemberhentian. Jalur keretanya menggunakan standard gaunge 1.435 mm.
Awalnya Bangunan Sederhana
Stasiun Klaten sebenarnya baru selesai dibangun tahun 1903. Namun ketika Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden) mulai beroperasi, stasiun ini menggunakan bangunan sederhana untuk sementara waktu. Kanopi besar berbahan besi baru dipasang pada 1910.
Stasiun Klaten Layani NISM dan Staats Spoorwegen (SS)
Tahun 1887, Staats Spoorwegen (SS) telah menyelesaikan pembangunan jalur kereta Cilacap Jogja. Di tahun yang sama, NISM juga membuka jalur kereta dari Lempuyangan ke Stasiun Tugu Jogja. Sehingga stasiun milik SS itu melayani dua operator sekaligus yang masing-masing punya lebar spoor berbeda.
NISM menggunakan standard gaunge 1.435 mm untuk Jalur KA Semarang Solo dan Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden). Adapun SS dengan lebar spoor 1.067 mm nya.
Waktu itu penumpang SS mengakhiri perjalanan di Stasiun Tugu Jogja. Bagi yang ingin melanjutkan perjalanan ke Stasiun Solo Balapan harus transfer ke kereta NISM, begitupun sebaliknya. Pada saat itu, Stasiun Klaten hanya melayani kereta NISM.
Pada 1899, rel ketiga dipasang di Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden). Sehingga kereta SS bisa lewat di situ. Namun rel ini kemudian misah dan bercabang ketika masuk Stasiun Klaten.
Empat jalur di bangunan utama dan dua diantaranya dapat kanopi adalah milik NISM. Sedangkan 3 jalur lainnya adalah milik SS. Sejak itu, Stasiun Klaten mulai melayani perjalanan kereta SS.
Penyeragaman mulai Masa Pendudukan Jepang
Ketika Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, seluruh lintas kereta api yang ada diseragamkan ke lebar spoor 1.067 mm. Termasuk Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden), dimana stasiun ini berada. Jadi mulai 1942 hingga sekarang, stasiun ini nggak lagi punya dua spoor berbeda.
Double Track dan KRL Joglo
Sebenarnya, Stasiun Klaten dan Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden) secara umum telah double track pada tahun 1929. Dimana Staats Spoorwegen (SS) akhirnya membangun rel sendiri yang paralel dengan rel eksisting milik NISM. Namun sejatinya itu masih single track. Istilahnya double single track.
Double track baru benar-benar dibangun pada awal dekade 2000-an dan beroperasi penuh tahun 2008. Nggak cukup hanya itu, pertengahan 2020 elektrifikasi mulai dikerjakan dan KRL Joglo mulai dinas setahun kemudian. Dengan Klaten sebagai salah satu pemberhentian.
Stasiun Besar Keempat
Saat ini, Stasiun Klaten merupakan stasiun besar keempat yang ada di wilayah aglomerasi Solo Raya. Kecuali kereta argo, dan sebagian kereta eksekutif, stasiun ini melayani hampir semua perjalanan KA jarak Jauh, Aglomerasi, dan KRL Commuter Line.

Bisa Jadi TOD karena Terminal Cuma Sejengkal
Sebenarnya kalo mau dikembangkan lebih lanjut jadi Transit Oriented Development (TOD), Stasiun Klaten itu bisa banget. Apalagi tepat di sisi selatan ada Terminal Bus Ir. Sukarno yang melayani Bus AKAP dan AKDP. Kalo mau dihubungin pake skybridge itu bisa banget. Secara jarak juga cuma sejengkal.
Pengembangan Stasiun Klaten jadi TOD tentu akan membantu meningkatkan perekonomian di wilayah sekitarnya. Diharapkan juga, bus BRT bisa beroperasi di Kabupaten ini. Mengingat potensi wisatanya cukup besar. Minimalnya tambah Trans Jateng Koridor Solo Raya untuk beroperasi di Klaten.

Kesimpulan
Stasiun Klaten mulai beroperasi 1872 bersamaan dengan Lintas Kereta Api Mataram (Vortenslanden). Awalnya hanya melayani perjalanan kereta NISM di bangunan sederhana. Sedangkan bangunan stasiun aslinya selesai 1903 dan kanopi terpasang 1910.
Mulai 1899, stasiun ini mulai melayani kereta SS sekaligus mengakomodasi lebar spoor 1.067 mm. Penyeragaman baru mulai pada masa pendudukan Jepang (1942) dan hingga saat ini hanya mengakomodasi 1.067 mm.
Menjadi bagian dari Double Track 2008 dan Elektrifikasi 2020. Pada 2021, stasiun ini mulai layani KRL Joglo. Posisinya yang hanya sejengkal dari Terminal Bus Ir. Sukarno menjadikan stasiun ini cocok menjadi Transit Oriented Development (TOD).


Leave a Reply