Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng awalnya adalah terminus dengan rute terbatas. Namun pasca kemerdekaan jadi pintu masuk utama. Transit Oriented Development (TOD) dengan layanan Bus Rapid Transit (BRT). Bahkan selangkah ke Kota Lama sebagai bagian dari kawasan tersebut.
Pendahuluan
Sebelumnya kita telah membahas Stasiun Semarang Tawang dari sisi sejarahnya. Berdirinya stasiun ini pada tahun 1914 adalah untuk menggantikan Samarang NISM yang udah nggak lagi memadai. Ketika awal beroperasi hanya memiliki rute Stasiun Ambarawa, Solo Balapan, Tugu Jogja.
Perkembangan selanjutnya adalah stasiun terminus untuk kereta NISM di sebelah barat. Dengan dibukanya jalur kereta Pantura Timur yang menghubungkan stasiun ini dengan Stasiun Surabaya Pasar Turi. Pernah menjadi saksi sejarah pengambilalihan asset kereta api oleh para pejuang Republik Indonesia.
Di era modern pasca kemerdekaan, Stasiun Semarang Tawang memiliki peran yang sangat strategis. Khususnya dalam perkembangan wilayah Kota Semarang dan sekitarnya. Stasiun ini adalah pintu masuk utama. Kemudian menjadi Transit Oriented Development (TOD) yang terintegrasi layanan BRT Transjateng dan Trans Semarang.
Sejak awal berdiri Stasiun Semarang Tawang adalah bagian dari kawasan Kota Lama. Sehingga keberadaannya hanya selangkah dari destinasi wisata favorit Kota Semarang itu.
Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng : Dari Terminus Jalur Pantura Timur
Stasiun ini mulai beroperasi tahun 1914 menggantikan Samarang NISM. Sejak awal merupakan titik ujung atau terminus. Pada fase awal operasional hanya melayani rute Stasiun Ambarawa, Solo Balapan, dan Tugu Jogja. Dengan standard gaunge 1.435 mm.
Pada perkembangan selanjutnya terutama setelah ditemukan cadangan minyak bumi di wilayah Cepu Kabupaten Blora, NISM mulai membangun jalur kereta Pantura Timur dari Stasiun Surabaya Pasar Turi. Secara bertahap pada 1900-1903.
Sebetulnya ketika awal beroperasi itu Stasiun Semarang Tawang telah ada konektivitas dengan Stasiun Surabaya Pasar Turi. Namun masih bersifat nggak langsung. Penumpang harus transit dan berganti kereta dulu di Stasiun Gundih. Ini karena beda spoor antara lintas Semarang Gundih dan Surabaya Gundih. Dimana segmen kedua yang mencakup Spoor Lamongan gunakan 1.067 mm.
Barulah pada 1924 NISM membangun shortcut menuju Semarang yang melewati Stasiun Ngrombo Purwodadi. Sehingga Semarang dan Surabaya bisa terkoneksi langsung. Sejak itulah stasiun Semarang Tawang melayani dua jenis kereta sekaligus yakni 1.435 mm dan 1.067 mm. Semakin mempertegas perannya sebagai terminus jalur kereta Pantura Timur dan Jalur KA Semarang Solo.
Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng : Sejak 1941 Bukan Lagi Terminus
Perkeretaapian di Kota Semarang ini terbilang unik. Di sini terdapat 3 operator swasta berbeda, yakni NISM, SCSM, dan SJSM1. Saat itu terdapat dua stasiun besar di lintas pantura. Pertama Stasiun Semarang Poncol yang merupakan titik ujung jalur kereta Pantura Barat milik SCSM. Kedua tentu saja Semarang Tawang titik ujung jalur kereta Pantura Timur dan lintas selatan NISM.
Konektivitas antara dua stasiun besar di Jalur Kereta Pantura itu baru bisa terwujud pada tahun 1941. Sehingga sejak itu Stasiun Semarang Tawang dan Poncol bukan lagi terminus.
Meskipun begitu belum ada layanan kereta ekspres langsung dari Batavia ke Surabaya yang lewat Jalur Kereta Pantura. Sebagaimana Eendaagsche Express di jalur selatan milik Staats Spoorwegen (SS). Hal ini karena beda operator SCSM (Barat) dan NISM (Timur).
Hubungan langsung via utara baru bisa terwujud di tahun 1950. Ketika DKA mulai mengoperasikan layanan kereta Ekspres Gaya Baru (EGB) dari Stasiun Gambir Jakarta ke Stasiun Surabaya Pasar Turi. EGB ini yang menjadi cikal bakal lahirnya KA Gaya Baru Malam Selatan (dan utara) di kemudian hari.
Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng Pasca Kemerdekaan
Setahun setelah konektivitas dengan Stasiun Semarang Poncol terbangun, terjadi transisi kekuasaan di Nusantara. Dari Pemerintah Kolonial Belanda ke Kekaisaran Jepang (Dai Nippon). Belum ada dokumentasi jelas seperti apa perkembangan perkeretaapian di Semarang di masa kekuasaan Jepang. Namun yang jelas ada peristiwa paling bersejarah pada tahun 1945
Pengambilalihan Asset Kereta Api dari Jepang
Selama kurun waktu 1942-1945 perkeretaapian Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang. 15 Agutus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Hal yang berujung pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Terjadi euforia besar di seantero tanah air.
Berkaitan dengan kereta api, tanggal 28 September 1945 para pemuda dan pejuang kemerdekaan berhasil mengambil alih semua asset kereta api dari tangan militer Jepang. Keberhasilan tersebut yang kemudian menandai berdirinya DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).
Di hari yang sama, sebuah rangkaian Kereta Luar Biasa (KLB) berangkat dari Stasiun Semarang Tawang menuju Stasiun Bandung. Peristiwa bersejarah ini ditetapkan sebagai hari jadi PT. Kereta Api Indonesia (KAI) setiap tahunnya.
Perjalanan Kereta Ekspres Gaya Baru (EGB) Tahun 1950
Ternyata Belanda masih berambisi ingin kembali menguasai tanah air. Sehingga antara tahun 1945-1949 banyak terjadi usaha untuk tetap mempertahankan kemerdekaan. Tentu juga mempengaruhi operasional kereta api. Perang panjang banyak merusak infrastruktur.
Konektivitas via jalur selatan misalnya terputus akibat dihancurkannya Jembatan Sungai Progo oleh Pejuang Republik. Pasca pengakuan kedaulatan oleh Kerajaan Belanda, segala pertempuran baru berakhir. Tahun 1950 Djawatan Kereta Api (DKA) coba untuk mengoperasikan lagi layanan kereta api dari Jakarta ke Surabaya.
Dengan Jembatan Sungai Progo yang masih dalam proses perbaikan, otomatis perjalanan hanya bisa melewati Jalur Kereta Pantura. Sehingga layanan yang diberi nama Ekspres Gaya Baru (EGB) itu lewat Jalur Kereta Pantura, termasuk Stasiun Semarang Tawang.
Pemberhentian Kereta Komersial Non Subsidi
Pada perkembangan selanjutnya, Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng menjadi pemberhentian kereta komersial non-subsidi. Ketika seluruh perjalanan kereta ekonomi masih bersubsidi, stasiun ini hanya layani kereta eksekutif dan bisnis. Kemudian ketika mulai ada KA ekonomi plus kemenhub dan new image itu juga dilayani di Semarang Tawang.
Pemberhentian KA Jarak Jauh via Jalur Bersejarah
Memasuki tahun 2018 terjadi perubahan. Dimana perjalanan kereta yang melewati Jalur KA Semarang Solo berhenti di sini. Hal ini terjadi pada Kereta Api Brantas dan Matarmaja yang waktu itu masih bersubsidi. Bahkan masih berlaku hingga sekarang.
KA Jarak Jauh yang belok ke jalur bersejarah itu berhentinya di Stasiun Semarang Tawang. Sedangkan kereta ekonomi dan sebagian kereta campuran lintas Pantura berhentinya di Stasiun Semarang Poncol.
Sebagai Transit Oriented Development (TOD)
Sejak tahun 2020, Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng bukan lagi sekedar pemberhentian kereta. Lebih dari itu telah menjadi pusat integrasi antarmoda atau Transit Oriented Development (TOD) untuk wilayah Semarang. Di dalam parkiran stasiun terdapat sebuah halte yang melayani perjalanan Bus Rapid Transit (BRT) Transjateng dan Trans Semarang.
Tambahan “Bank Jateng” Sejak 2023
Pasti banyak dari kamu yang bertanya kok ujug-ujung pake Bank Jateng? Padahal dari pembahasan sebelumnya hingga separuh di sini hanya Stasiun Semarang Tawang? Penambahan embel Bank Jateng sebetulnya baru mulai pada tahun 2023. Karena telah terjadi penandatanganan kontrak sponsor antara PT. KAI dengan Bank Jateng untuk penamaan Stasiun Semarang Tawang.
Sehingga pasca penandatanganan itu nama stasiun menjadi Semarang Tawang Bank Jateng. Seluruh stasiun dan layanan kereta pun ikut menyesuaikan. Meski masih ada juga yang tetap menyebut Semarang Tawang.
Selangkah Menuju Kawasan Kota Lama
Sejatinya Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng itu adalah bagian dari Kawasan Kota Lama. Suatu kawasan paling elite di era kolonial. Saat ini daerah tersebut menjadi destinasi wisata utama di Kota Semarang. Ibaratnya ini adalah Malioboro-nya Semarang. Nah dari stasiun ini menuju Kawasan Kota Lama itu hanya sejengkal.
Kesimpulan
Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng beroperasi sejak 1914. Awalnya merupakan terminus Jalur Kereta Pantura Timur milik NISM. Status tersebut berakhir di tahun 1941 seiring dengan tersambungnya stasiun ini dengan Semarang Poncol milik SCSM.
Pasca kemerdekaan stasiun ini adalah saksi sejarah pengambil alihan asset perkeretaapian dari tangan Jepang. Kemudian saksi kembalinya konektivitas antara Jakarta dan Surabaya tahun 1950. Perkembangan selanjutnya menjadi pemberhentian KA Jarak Jauh komersial non-PSO, khususnya yang melewati Jalur KA Semarang Solo.
Sejak 2020 bukan lagi sekedar stasiun kereta tapi telah menjadi Transit Oriented Development (TOD). Dengan keberadaan halte BRT Transjateng dan Trans Semarang. Tambahan embel-embel “Bank Jateng” mulai 2023 setelah penandatanganan kontrak antara PT.KAI dengan Bank Jateng.
Hanya sejengkal menuju Kawasan Kota Lama Semarang karena stasiun ini masih bagian dari destinasi wisata Kota Semarang tersebut. Kawasan paling elite di era kolonial dan kini seperti Malioboro-nya Semarang.
- SJSM adalah singkatan dari Samarang Joana Stroomtram Maatschappij. Operator kereta swasta Hindia Belanda yang beroperasi di wilayah Semarang, Demak, Kudus, Jepara, Purwodadi, hingga Kabupaten Blora. SJSM khusus mengoperasikan kereta ringan atau tram. Untuk lebar spoorv 1.067 mm. Adapun titik terminus di Kota Semarang ada di Stasiun Jurnatan yang sekarang telah beralih menjadi kawasan pertokoan. Sebagian jalur kereta ex-SJSM ini telah banyak hilang. ↩︎
Leave a Reply